Kamis, 04 September 2008

GELIAT SASTRA NYOMAN MANDA

RIWAYAT/GELIAT SASTRA
NYOMAN MANDADRS. I NYOMAN MANDA
Lahir tgl 14 April 1939 di Br.Pasdalem Gianyar. Setelah menamatkan SD dan SMP th 1952-1955 di Gianyar lalu melanjutkan ke SMA Negeri Singaraja tamat th 1958 dan tamat BI Bhs Ind. tahun 1961 di Singaraja dan S1 Universitas Terbuka th 1990. Banyak menulis cerpen/puisi di harian Merdeka, Suara Karya, Bali Post dan Nusa dulu harian Nusa Tenggara. Aktif juga memimpin teater Malini dan Purnama mentas di Sta TV RI Denpasar.
I. RIWAYAT HIDUP
1. N a m a : Drs I Nyoman Manda
2. Tempat lahir : Banjar Pasdalem Gianyar.
3. Tanggal : 14 April 1938
4. Pendidikan : SD di Gianyar 1946-1952.
SMP Gianyar 1952-1955
SMUN Singaraja 1955-1958
BI Bahasa Indonesia di
Singaraja 1958-1961
S1 Bahasa Indonesia UT th.1990
5. Pekerjaan : Guru SGAN Selong Lombok Timur
1961-1964.
Guru SMAN1 Gianyar 1965-1986. Kepala SMA Negeri Sukawati 1986-1997,
Kepala SMAN 1 Gianyar 1997-1999. Pensiun th 1999 gol IV.C)
5. Alamat : Jln Majapahit Gang G. Agung IV NO:6
Br Teges Bali Kode Pos 80511
Telp: 0361-943120, 0361-7429982.
Hp: 081 558 188 729
Email: nyoman-manda@ telkom.net
6. Jenis-kelamin : laki-laki
6. Agama : Hindu Dharma
7. Kawin : Kawin dengan Ni Made Serut
(BrTeges) Tanggal 14 Agustus 1964.
8. Anak : 1. Drs Gede Palgunadi lahir 22-7-1965
2. dr Kadek Pramesti Dewi lahir 4
Januari 1970
3. Ni Komang Tri Anggreni SH lahir 7
Okt 1971
9 Menantu : 1. drg Ayu Dwisanti.
2. dr Nyoman Rudi Susanta
3. dr Wayan Adi Suandana
10 Cucu : Tujuh orang (th 2007)
11 Pengalaman kerja : Setelah tamat BI Bhs Indonesia men -
Menjadi guru th. 1961 di Selong Th. 1964 Menjadi guru di SMAN Gianyar. Menjadi ketua KNPI Gianyar th 1971 Menjadi Anggauta DPRD Dh tk II Gianyar 1966-1977.
Menjadi Kepala Sekolah SMAN Sukawati
Kepala SMAN Gianyar hingga pensiun th 1999. Setelah pensiun lebih banyak menulis menjadi Redaktur penerbitan majalah bahasa Bali Canang Sari dan Satua.
II.
HASIL KARYA:/PENGALAMAN/GAGASAN PENULISAN:
1) Sejak duduk di bangku SMA Negeri Singaraja sudah mulai gemar menulis namun tidak ada yang dipublikasikan lewat koran/majalah ( th 1957).
2) Kemudian setelah diangkat sebagai guru SGA Negeri Selong Lombok Timur setelah tamat B.I Bhs Indonesia (th 1961) mulai merintis menulis/mementaskan drama untuk sekolah dan perayaan di kabupaten Lombok Timur.
3) Kemudian hal ini berlanjut setelah pindah sebagai guru SMUN 1 Gianyar pernah mementaskan drama keliling daerah tk II Gianyar. (Sakuntala, Desaku) Ide penulisan masih mengangkat warna lokal adat isitiadat, agama dan lingkungan hidup dan pendidikan.
4) Kemudian mulai menulis artikel tentang budaya di surat kabar Suara Karya, Indonesia Raya Mingguan Merdeka Zaman dan Bali Post.
5) Menulis cerpen Indonesia di Media Muda Balai Pustaka, Simponi dan Bali Post serta harian Nusa Tenggara
6) Menulis puisi Bali di harian Nusa Tenggara
7) Ketika menjadi anggauta DPRD Tk II Gianyar bersahabat dengan Made Sanggra dan bersama-sama menerbitkan kumpulan puisi ,, Ganda Sari” ( th 1973 dan th 2002 cetakan ke III)
8) Setelah ada TV RI Denpasar pada th 1974 sampai tahun 1995 sangat sering mementaskan drama/apresiais puisi di TV dengan membentuk Sanggar Purnama yang anggautanya umum dan Sanggar Malini (SMUN I Gianyar).
9) Sering mengadakan apresiasi seni sastra di Pondok Tebawutu Gianyar dengan Bali Post (Umbu Landu Peranggi dan mahasiswa Faksas Udayana.) dengan siswa di kota Gianyar, SMAN Gianyar, SMA TP 45 Gianyar, SMP Dwijendra, SMPNegeri I Gianyar .
10) Demikian pula mengadakan kegiatan seni dengan sanggar Jungut Sari Sukawati dan Sutan Takdir Alisyahbana dengan Balai Seni Toya bungkah danau Batur .
11) Tema penulisan tetap mengetengahkan warna lokal, adat istiadat, pendidikan, kebudayaan seperti jelas nampak pada kumpulan puisi Ganda Sari
12) Kemudian ide penulisan berkembang tentang pariwisata budaya ( cerpen Togog yang memenangkan hadiah ke dua pada sayembara mengarang cerpen Bali diadakan oleh Balai Bahasa Singaraja th 1977)
13) Demikian pula ide keagamaan - perbuatan baik dan buruk- serta peranan generasi muda pada pembangunan desa nampak pada drama “Masan Cengkehé nedeng mabunga” (drama pemenang pertama pada sayembara penulisan drama yang diadakan oleh Listibiya Bali (1978) dan drama ,,KUUK”
14) Masalah alam lingkungan dan pendidikan nampak pada novel” Kasih Bersemi di danau Batur” diterbitkan oleh Pemda TK I Bali th 1981.
15) Masalah tanah ayah dan adat nampak pada novel “Sayong”
16) Demikan pula masalah pariwisata, adat, dan tanah nampak lagi pada kumpulan cerpen Helikopter.
17) Masalah pendidikan menonjol diangkat dalam ceritra Guru Made merupakan cerpen pemenang pertama yang diadakan oleh PKB th 1995.
18) Ceritra pendek yang bernuansa alam gaib dan mistik diangkat dalam kumpulan cerpen yang berjudul Hilang.
19) Masalah kepahlawanan ide ini tertuang dalam kumpulan puisi Puputan Badung merupakan kumpulan puisi dwi bahasa namun puisi yang berbeda bahasanya tidak mempunyai kaitan yang sama hanya isinya sama mengisahkan perjuangan raja Badung sampai titik darah penghabisan.
20) Ceritra kepahlawanan nampak juga dalam cerpen “Angin Ngesir di batan binginé”
21) Tema tentang keagamaan dan sujud kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa terdapat dalam kumpulan puisi Mara-Mara th 1994.
22) Kumpulan puisi ,,Tiang” merupakan kumpulan puisi biograpi/riwayat hidup pengarang dengan lebih jelas menceritrakan tentang keadaan kota Gianyar dari masa kecilnya sampai saat menjelang dewasa saat perjuangan dan masa revolusi.
23) Dalam dunia anak-anak menceritrakan tentang kehidupan anak-anak Bali terdapat dalam novel “I Kentung uling Lodtungkang” dan drama anak-anak ,,Galang Bulan”
24) Kehidupan remaja SMU dan kenakalan remaja, ngebut dan narkoba tema ini diceritrakan dalam novel ,, Manah Bungah lenyah di Toyabungkah".
25) Ceritra kehidupan sosial masyarakat Bali dari demontrasi, kehidupan pegawai, hakekat perempuan, keagaaman dan reformasi masa kini ide/tema ini tertuang dalam kumpulan ceritra pendek ,, Tali Rapiah “ yang berisi enam belas cerpen pendek.
26) Kritik Sosial dan kritik masa kini, ide/tema ini tertuang dalam kumpulan puisi pendek yang berjudul ”Beh”
27) Dalam terjemahan untuk mendapatkan gagasan dan pengalaman penulisan dalam puisi sudah diterjemahkan puisi “Deru Campur Debu” karya Khairil Anwar kedalam bahasa Bali dalam judul yang sama.
28) Juga telah diterjemahkan kumpulan puisi karya Taufik Ismail yang berjudul ,,Tirani dan Benteng” ke dalam bahasa Bali dengan judul yang sama.
29) Dalam mencari perbandingan dalam cerpen telah diterjemahkan kedalam bahasa ,,Bali,,Di tengah keluarga’ karya Ajip Rosidi dan ,,Bawuk” kumpulam cerpen pilihan Majalah Horison kedalam bahasa Bali dengan judul ,,Bawuk”
30) Juga telah diterjemahkan ,,Layar terkembang” dan ,,Sukreni gadis Bali” ke dalam bahasa Bali yang maksudnya untuk mencari perbandingan dalam menulis roman atau novel.
31) Juga telah diterjemahkan novel ,,Dibawah Lindungan Kaabah” karya Hamka dan dimuat bersambung dalam Majalah Satua.
32) Novel “ Bunga Gadung Ulung Abancang”(2001) dan yang kedua dan ketiga terbit th 2003, merupakan novel trilogi yang kini baru selesai sampai bagian keduanya. Novel ini yang dipakai sebagai dasar pengarang menerima hadiah Sastra rancage untuk kedua kalinya (th 2003),
33) Juga berusaha mengumpulan karya-karya seniman puisi di Bali dengan judul “Perani kanti’ yang tujuannya supaya perkembangan Sastra Bali Anyar khususnya puisi supaya berkembang di Bali.
34) Ide supaya ada sarana untuk mengembangkan sastra dan budaya Bali maka bersama-sama Made Sanggra menerbitkan majalah Canang Sari dan majalah Satua sehingga mereka yang senang menulis maca pat, kekawin yang ditulis dengan huruf Bali, gending anak-anak, puisi dan cerpen ada sarananya sehingga kegiatan penulisan sastra Bali akan berkembang maka majalah Canang Sari dan Satua lah sebagai sarananya
35) Kumpulan cerpen ”Laraning carita ring Kuta,” kumpulan ceritra tentang peristiwa Bom di Kuta 12 Oktober 2002
36) Dalam gagasan lebih lanjut kiranya bisa diadakan pertemuan antara seniman-seniman Sastra Bali Anyar sehingga ada diskusi dan gagasan untuk mengembangkan kehidupan Sastra Bali makin bisa berkembang
37) Menulis kumpulan puisi ,, Suung Luung “ ( terbit April 2003) tebal 56 halaman judul puisi diterbitkan oleh Pondok Tebawutu. Puisi ini juga seperti puisi-puisi lainnya adalah potret kehidupan manusia Indonesia/Bali yang bergejolak .
38) Juga terbit kumpulan drama dwi bahasa yang berjudul “DEMO”tebal 61 halaman berisi delapan (8) judul drama dan salah satu dari judul drama itu diangkat sebagai judul buku ini. Ini juga temanya kritik sosial dan protest pada keadaan bumi Indonesia seperti sekarang ini penuh penderitaan kemiskinan dengan budaya kental KKN nya.
39) Pada tanggal 31 Januari 2003 memperoleh hadiah Sastra Rancage untuk kedua kalinya atas novel triloginya yang berjudul “ Bunga Gadung Ulung Abancang” Penyerahan hadiah sastra Rancage ini dilakukan di Universitas Negeri Jakarta di Rawamangun. Yang penting di sana bertemu dengan Pramudya Ananta Tur dan disana berjanji dengan pengarang Pram akan menterjemahkan bukunya ,,Perburuan” kedalam bahasa Bali.
40) Sedang mempersiapkan sebuah novel tentang bom Kuta dan sebuah novel perjuangan. Dan kumpulan puisi Ubud.
41) Kini bulan Januari mulai beranjak menerbitkan kumpulan puisi ‘TIANG” untuk cetakan kedua terbit dengan 56 halaman.
42,Gebyar Gianyar dan yang terhindar yang terhindar- easay tentang daerah Gianyar ( 214 halaman)

43
Terbit kumpulan cerpen ,,Alikan Gumi” yang banyak diilhami setelah bergaul dengan para pelukis terkenal sepeti Gunarsa, Dewa Batuan dan bersahabat dengan kurator pencinta seni Wayan Suteja Neka dan wayan Windia SH.
44
Menerbitkan buku Mamedi merupakan kumpulan cerpen anak-anak yang telah dimuat di tabloid Lintang Bali Post.
45
Mencetak ulang kumpulan cerpen Helikopter dan novel kasih Bersemi di danau Batur.
46.
Setelah melakukan tritayatra ke India pada bulan september 2005 terbit buku Tirta Yatra Ke India (179 halaman)
47
Terbit kumpulan puisi pada tahun 2005 dengan judul “Niti titi Puttaparthi” inspirasinya timbul ketika beberapa hari ada di kota Puttaparthi tempat Sae Baba
48
Terbit kumpulan drama “Dewi Sakuntala” pada tahun 2006 ilhamnya timbul ketika berada di sungai gangga dekat pertapaan Empu Kanwa di Resikes India.
49,
Terbit kumpulan puisi “Swara Cakra Kuruksetra” tahun 2006 setelah setelah sehari suntuk ada di Kuruksetra India tempat pertempuran Baratayudha.
50.
Kumpulan cerpen terbit tahun 2006 yang berjudul “ Satua nyongkok Denpasar Bangkok”

51.
Pada pertemuan pengawi Bali di Art Centre pada Juni 2006 terbit kumpulan puisi “Cingkreman Pesamuan”
52,
Terbit kumpulan cerpen Bali yang memakai pantun” Ajak ja beli Mlali”
53.
Terbit buku novel “Nembangang Sayang” tahun 2007
54.
Terbit novel sejarah “ Gending pengalu” (115 Halaman –April 2007.
55,
Oktober 2007 terbit novel Depang tiang bajang kayang-kayang
1. Bagaimana proses terciptanya novel Depang tiang bajang kayang- kayang(DTBK)?
Sebagai seorang penulis yang beragama Hindu Dharma dan lahir serta dibesarkan di Bali yang mendasar selalu saya ingin ungkapkan adalah kehidupan orang Bali dengan segala aspek kehidupannya. Agama dan kebudayaan menjadi dasar penulisan. Saya tinggal di Gianyar yang terkenal dengan daerah wisata maka pariwisata juga menjadi latar penulisan saya. Novelet ini (tebal 100 halaman) merupakan kelanjutan inspirasi kumpulan cerpen saya yang tiga bahasa ( Laraning Carita di Kuta,(bahasa Bali), Duka Kita di Kuta (bahasa Indonesia) dan Our sorrow in Kuta (bahasa Inggris). Dalam ketiga buku ini ada cerpen saya yang berjudul -Depang tiang bajang kayang-.
Ceritra ini terinpirasi di obyek wisata Monkey Forest di Ubud dimana disana banyak ada pedagang acung dan salah seorang dari mereka adalah Nyoman Sari pelaku utama ceritra ini. Ceritra ini sangat terkait dengan peristiwa Bom Bali 12 Oktober 2002., dimana banyak jatuh korban turis Australia di café Paddy dan . Peristiwa yang benar-benar terjadi di Kuta itu saya padukan dalam rekaan imajinasi novel kecil ini
2 Dari sekian banyak karya sastra yang telah bapak ciptakan dalam bewntuk puisi,drama, novel. Cerpen yang manakah dari karya tersebut yang memiliki kesan dalam pembuatannya dan memiliki kontroversi pada jamannya?”
Saya mulai giat menulis pada awal tahun tujuh puluhan dan pada waktu itu Listibiya Prop Bali dan Balai Bahasa Singaraja sering mengadakan lomba/sayembara dan salah satu cerpen saya yang berjudul Togog mendapat hadiah pertama. Saya berkesan dengan cerpen ini karena saat itu saya juga berkecimpung dalam maraknya pariwisata di Bali. Disini saya melihat kenyataan seniman yang tekun berkarya (pemahat) kadang-kadang hasilnya dikalahkan oleh guide yang hanya bermodal bahasa Inggris dapat mengeruk penghasilan besar. Demikian pula dalam cerpen Togog ini saya mengisahkan kehidiupan tradisi yang masih kuat utamanya kehidupan black magik.Hal ini yang mendalam dalam pikiran saya yang saya angkat dalam cerpen saya padahal pada waktu itu generasi muda sudah mulai menganggap hal semacam itu kepercayaan yang sia-sia dalam kemajuan modern ini Kontroversi semacam ini masih ada dalam laju modern kehidupan orang Bali. .
3. Amanat apa yang ingin disampaikan dalam pengarang dalam novel Depang tiang bajang kayang-kayang (DTBK).
Saya menekankan agar orang Bali sadar akan keluhuran nilai-nilai agama dan budaya yang menjadi dasar kehidupan orang Bali sepanjang masa, Ini harus menjadi tuntunan orang Bali kedepannya.
4, Dilihat dari judul novel adakah makna yang tersirat yang ingin bapak sampaikan?
Pertama wanita Bali hendaknya luhur dalam menghargai cinta. Ketulusan dalam menjalin cinta adalah penjabaran satia wacana apalagi dalam berumah tangga. Cinta yang tulus adalah cinta yang suci. Nyoman Sari ingin abadi dalam cintanya-biarlah saya sendiri seterusnya namun nanti di dunia sana mungkin cinta itu akan abadi
5. Apakah judul Depang tiang bajang kayang-kayang masih relevan dengan kehidupanmasyarakat sekarang, hal apa yang melatar belakangin pemilihan judul tersebut?’
Saya rasa tetap relevan asal orang Bali sadar dan menghayati ajaran agama Hindu, keyakinanan akan kebenaran(tri kaya parisuda), wanita Bali yang mengerti akan ajaran agama dan setelah bercinta dalam kehidupan cinta ini hendaknya tulus abadi walaupun seandainya maut memisahkan mereka tapi di dunia sana mereka akan abadi bersama Dan keyakinna akan hal inilah yang menjadi latar belakang pemilihan judul novel ini,
6. Mengapa dalam novel DTBK pengarang sangat tertarik menggunakan latar kehidupan pariwisata di Ubud khususnya di Monkey Forest , apa yang melatar belakangi hal tersebut.
Seperti kita ketahui Bali terkenal didunia karena pariwisatanya. Obyek wisata, seni dan budaya menjadi primadona pariwisata di Bali. Salah satu malah yang penting jika wisatawan datang ke Bali tanpa pernah menginjakan kaki di Ubud dan Kuta kunjungan mereka tidak lengkap, Dari sekian obyek wisata di Ubud yang paling terkenal dulu adalah Monkey Forest dan di obyek-obyek wisata ini para pedagang acung yang mengandalkan hidupnya dari tamu yang datang banyak berkumpul di Monkey Forest ini dan disinilah Nyoman Sari tokoh utama wanita kisah ini berawal dengan datangnya tamu Australia di tempat ini (John Pike).
7. Bagaimana kehidupan masa kecil Bapak?
Kehidupan masa kecil saya, saya usahakan tuangkan dalam kumpulan puisi Tiang dan novel anak-anak I Kentung uling Lodtungkang (nama desa imaginasi saya yang sama dengan nama kelahiran desa saya)
Saya sebenarnya dilahirkan tahun 1938 (perhitungan pawukon Bali namun di ijasah saya tertulis 14 April 1939, perkiraan saya sendiri waktu menghisi daftar kelahiran di SMP Gianyar).
Saya lahir dari pasangan Wayan Dadi dan Ketut Puri. Ayah saya seorang penari, penguruk arja, dan ibu saya yang lahir di Camenggon Sukawati adalah lingkungan satra dan penangggalan.
Saya lahir di jantung kota Gianyar disebelah selatan Puri Gianyar(di alun-aluin sekarang). Desa saya dulu ditimur rumah saya ada kali besar yang membelah desa(telabah) dimana disana berkembang kehidupan orang nyugsug padi ngubuh meri mandusin sampi sbnya. Disebelah selatan desa saya terbentang sawah yang luas sehingga kehidupan petani tempo dulu berkembang dalam kehidupan saya . Kehidupan anak petani, memelihara itik menyabit rumput, memandikan sapi, ngonang, mencari mangga dan mandi di kali di tengah sawah. Dan malam harinya saya bermain tambak-tambakan, kering-keringan. Kami pagi-pagi berkelompok pulang sekolah dan sorenya disamping menyabit rumput saya juga sering caru kayu api, Semua ini tertuang dalam novel anak-anak – I Kentung uling Lodtungkang- Kegembiraan anak-anak dalam menyambuit hari Raya Galungan berkeliling desa mengikuti barong nglawang dan naik ayunan jantra, Istilah-istilah ini semua ada dalam novel I Kentung ulingi Lodtungkang dan dalam kumpulan drama Galang Bulan(ceritra permainan anak-anak tempo dulu waktu malam hari.Dan pasar tradisional juga tertuang dalam kehiduoan anak-amak di novel itu.
8, Bagaimana kehidupan Bapak setelah pensiun pada tahun 1999?
Setelah pensiun saya sepenuhnya menulis. Saya menerbitkan Majalah berbahasa Bali ,, Majalah Canang Sari kini sudah sampai tahun ke sembilan(pertama kali terbit tahuin 1998-terbit tiap empat bulan sekali( kni sudah No: 27 edisi januari –April) dan Majalah Satua khusus untuk cerpen bahasa Bali Modern terbit akhir tahun 1999, kini sudah nomer 21, juga terbit empat bulan sekali bersamaan dengan Majalah Canang Sari. Disamping itu saya juga terus menulis novel, cerpen, puisi dan drama. Dari tahun 2004 saya terus menulis cerpen bersambung di tabloid Paswara Gianyuar sehingga terbit kumpulan cerpen Tantri dan Panji Semirang Rencananya masing-masing delapan buku setebal 60 halaman Baru terbit pertama tahun 2007.Disamping itu saya menjadi pengemban majalah berbahasa Bali di Bali Post ( Bali Orti) sampai kini. Saya berusaha menggunakan basa Bali untuk menulis esei
9. Selain mengarang , hobi apa saja yang sering bapak lakukan di waktu senggang?
Setiap pagi dari pukul 6 sampai tujuh saya jalan kaki di alun-alun dan sore hari dari jam lima sampai jam enam sore. Itu saya lakukan tetap untuk menjaga klesehatan saya. Disamping itu setiap hari rerahinan kliwon, tumpek tilem dan purnama saya tetap sembahyang di Pura dadia saya di Dalem Teges Gianyar. Saya sangat senang sekali metirta yatra di pura di seluruh Bali, Lombok , Nusa Penida dan Jawa sehingga terbit buiku saya ,, Jantraning tirtayatra” (sampai dua kali dicetak) setebal dan 9-24 September 2005 saya berkesempatan metirtayatra ke India dan terbit buku saya ..Metirta yatra ke India –
Sehari-hari di rumah saya selalu menyapu halaman dan berkebun anggrek
10. Siapakah tokoh-tokoh yang menjadi motivator yang sangat memberi dorongan yang cukup besar dalam kehidupan kepengarangan bapak? Apa moto atau kata-kata yang hingga kini tetap melekat sebagai suatu spirit dalam mendukung kepengarangan Bapak.
Hampir lima belas tahun saya bekerja sama dengan pengarang Pujangga Baru yang terkenal Bapak Sutan Takdir Alisyabana yang mempunyai rumah seni di Toya Bungkah. Hampir setiap bulan beliau datang ke Bali dan selalu singgah di rumah saya . dari air port akan ke danau Batur beliau pasti singgah di rumah saya dan selalu memprogramkan anak-anak latihan baca puisi. Saya mempunyai sanggar Teater Malini (siswa SMA Negeri Gianyar) Kami membaca puisi di Toya Bungkah.Beliau mendorong saya menulis novel Kasih bersemi di danau Batur ( diterbitkan oleh Pemda Tingkat I Bali). Kita harus mencipta terus memajukan kebudayaan bangsa kita supaya jangan kalah dengan bangsa lain di dunia ini (surat-surat STA pada saya).
Kemudian yang sangat mendorong saya menulis dalam bahasa Bali ini adalah Ajip Rosidi .Hampir setiap bulan beliau bersurat pada saya beiau selalu berusaha menghidupkan dan mengembangkan bahasa daerah. Beliau yang memberikan hadiah sastra Rancage pada seniman Bali, Sunda dan Jawa dan saya memperolah hadiah itu tiga kali th(1998. 2003. 2008).
Juga pengarang Pramudya Ananta Tur saat kami bertemu di IKIP Rawamangun Jakarta pada tahun 2003 beliau mengatakan pada saya kita harus menulis sampai akhir hayat ini semasih badan dan pikiran kita kuat untuk menulis. Hal ini disampaikan setelah beliau mengetahui bahwa saya banyak menterjemahkan karya-karya seniman Indonesia ke bahasa Bali. Saya sedang menterjemahkan novel Perburuan karya belaiu ke bahasa Bali.
Disamping pengarang-pengarang tadi juga almarhum Made Sanggra selalu berbisik kepada saya siapa lagi kalau tidak kita yang ngayah untuk mengembangkan bahasa dan sastra Bali.
11. Apakah moto yang ingin bapak sampaikan kepada para generasi muda yang memiliki bakat mengarang agar tetap mau berkarya dan tidak mudah menyerah?
Teruslah menuls. Kerjakan setiap haris ebagi suatu kesenangan dan pengabdian hidup. Ingat dengan pepatah…puntul-puntulang besi yen sesai sangih pastika ia bakal mangan- dan jangan mudah menyerah, kegagalan hanya keberhasilan yang tertunda.
12. Karya-karya sastra apa saja yang tercipta setelah terbitnya novel DBTK?
Keyakinan hidup saya selama hayat masih dikandung badan dan saya dikarunai kesehatan saya akan tetap menulis, di dua komputer di ruangan saya sudah tersimpan tiga novel yang rata-rataenam puluh persen selesai. Salah satu diantaranya ialah novel ,, Ngabih kasih ring pasisi Lebih,” novel remaja yang terselip ajaran agama (118 halaman), kemudian ,, Sawang-sawang gamang” novel setebal 138 halaman feed back kehidupan Bali jaman dulu dan sekarang. Dua kumpulan cerpen yang merupakan ceritra bersambung di tabloid Paswara Pemda Gianyar yaityu Panji Semirang dan Tantri dalam bahasa Indonesia.
13.. Bagaimana kesan bapak setelah karya novel DTBK ini kembali memperolehm penghargaan sastra Rancage.
Sebagai sastrawan Bali tentu saya sangat merasa bangga dan bahagia sekali dan ini memacu saya untuk terus menulis karya sastra. Mengenai hasilnya saya tetap berpegang pada tutur Bali ,,Eda ngadén awak bisa depang anaké ngadanin” Yang penting terus berkarya untuk memajukan dan mengembangkan bahasa,sastra dan budaya Bali.
13. Bagaimana tokoh-tokoh dalam novel menyampaikan pesan dan amanat?.
Tokoh-tokoh dalam novel-novel saya selalu saya kemukakan untuk selalu berbuat baik untuk kemanusian, bangsa dan Hyang Widi. Kalau ia sudah berbuat seperti itu bisa akan menggambarkan apa yang saya kehendaki dalam penulisan novel itu, Itu terlihat dalam alur perbuatan tokoh dan dialog-dialog yang menguntai dalam proses alur ceritra itu.
14, Nama-nama cucu saya tercantum dalam buku yang berjudul ,,Sang Nandaka” dalam bahasa Indonesia dan Panji Semirang
Putu Bagus Darmayasa umur 13 tahun
Kadek Ratih Pradnyaswar umur 11 tahuni
Putu Dian Pradnyaparamita umur 10 tahun
Putu Kania Ayu Kirana umur 9 tahun
Made Paramarta Vikrama umur 5 tahun
Komang Trisia Ayu Maharani umur 4 tahun
Made Bagus Ayesa Dwipayana umur 1 tahun
.
14. Nama anak-anak saya seperti dibawah ini :
1. Drs Gede Palgunadi lahir 22-7-1965 bekerja sebagai Redaktur Bali Post kawin dengan drg Ayu Dwisanti bekerja di Puskesmas Gianyar
2. dr Kadek Pramesti Dewi lahir 4 Januari 1970 bekerja di Puskesmas Sukawati kawin dengan dr Nyoman Rudi Susanta Spog (kandungan)
Bekerjadi RSU Sanjiwani Gianyar
3 Ni Komang Tri Anggreni SH bekerja di Tabloid Paswara Pemda Gianyar lahir 7 Okt 1971 kawin dengan dr Wayan Adi Suandana bekerja di Pemda Gianyar.




Berikut ini adalah hasil karya sastra saya yang telah dibukukan





Judul : Ganda Sari
Pengarang : Made Sanggra dan
Nyoman Manda
Tebal : 46 halaman
Penerbit : Yayasan Wahana
Dharma Sukawati
Yayasan Dharma
Budaya Gianyar

1.Melihat perkembangan Sastra Bali Modern yang pada tahun tujuh puluhan yang merana hidupnya, hidup enggan matipun tidak. Sangat memprihatinkan kemuraman sastra Bali di masyarakat pemakai bahasa Bali itu sendiri. Sastra Bali Modern hanya hidup saat ada peringatan bahasa seperti Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan peringatan hari Khairil Anwar. Hanya sebatas itu. Jika angin segar berhembus baik maka ada sayembara penulisan puisi dan cerpen yang diadakan oleh Balai Bahasa Singaraja atau Listibya Propinsi Bali. Dan tercatat pula beberapa saat media local seperti Harian Nusa Tenggara dan Harian Bali Post pernah memberikan tempat untuk nongolnya sastra Bali Modern. Selebihnya sastra itu hanya hidup di meja pengaranganya menjadi arsip belaka. Ketenaran melancaran ke Sasak hanya sebuah kenangan tanpa ada kelanjutannya.

2. Menyadari hal ini dan atas dasar kecintaan pada seni budaya Bali khususnya sastra Bali Modern maka pada waktu itu Made Sanggra dan Nyoman Manda yang kesehariannya kebetulan sering bertemu sebagai anggauta DPRD TK II Gianyar dan sering menggunakan kesempatan menulis puisi yang ada di harian Nusa Tenggara akhirnya mengumpulkan puisi-puisi Balinya dalam sebuah buku sentensilan yang terbit tgl 23 Mei 1973 dengan judul ,,Ganda Sari”
Ganda Sari ini merupakan buku kumpulan puisi Bali modern pertama yang diterbitkan diluar kontek sayembara (Sumarta,1988.50)
Usaha membukukan kumpulan puisi ini adalah buah pikiran dan usaha ingin ikut serta membina kebudayaan Bali seperti apa yang dikatakan dalam kata pengantarnya ,
---membina kebudayaan tidaklah tugas ringan. Dan akan tambah berat dan sulit bila tanpa adanya pertisipasi masyarakat. Maka itu jangan dibiarkan Lembaga bahasa Cabang I Singaraja dan Listibya propinsi Bali ditenggelamkan oleh arus samudra tugasnya yang sangat luas. Maka bermula dari pikiran ini kami mencoba menghimpun sajak-sajak Bali Modern karya sdr Made Sanggra dan Nyoman Manda yang berhasil kami ketemukan dan atas persetujuan mereka berdua kami sajikan dalam bentuk stensilan yang kami beri nama,,Ganda Sari”
3. Buku ini tebalnya 46 halaman (cetakan ke 3 tahun 2002). Diawali dengan kata pengantar dari Listibya Kab Gianyar tahun 1973 dan Prakata dari Yayasan Dharma Budaya Gianyar. (catatan Sdr Made Sanggra dan Nyoman Manda adalah pengurus inti Yayasan Dharma Budaya Gianyar yang bertujuan untuk memajukan kebudayaan di Gianyar pada khususnya dan di Bali pada umumnya). Made Sanggra dengan tujuh belas judul puisinya terletak di bagian depan dari halaman 9-27 dan disusul oleh Nyoman Manda juga dengan 17 judul puisi dari halaman 29-46). Inilah pengalaman pertama membuat kumpulan puisi.

Judul : Togog
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 38 halaman
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Cetakan kedua 11 Juni 2000

1.
Buku kumpulan cerpen Bali Anyar yang berjudul ,,Togog’ cerpen bahasa Bali pemenang kedua dalam sayembara penulisan cerpen yang diadakan oleh Lembaga Bahasa Singaraja th 1977. Berisi tiga cerpen antara lain Togog (1-28), Mangku Nodia ( 29-33), Gusti Ayu Anjang Sari (34-39). Kumpulan cerpen ini sebenarnya maksud saya hanya memuat cerpen Togog saja namun timbul niat saya untuk menggabungkan ceritra Mangku Nodia yang pernah dimuat di Harian Nusa Tenggara.
Cerpen Togog ini saya tulis ketika saya mulai lebih aktif menulis cerpen yang mulanya saya rintis dengan beberapa cerpen bahasa Indonesia yang saya tulis yang dimuat di Majalah Teruna terbitan Balai Pustaka dan Mingguan Simponi. Saya tulis cerpen Togog ini ketika saya mengikuti sayembara cerpen bahasa Bali yang diadakan oleh Balai Bahasa Singaraja dan cerpen ini mendapat nomer.dua
Cerpen ini adalah pengalaman saya ketika sama-sama juga ikut mencari nafkah menjadi guide freelance di daerah Ubud . Sebagai seorang guide saya juga mempunyai pengalaman dan sering juga menemui seniman-seniman yang berkiprah dibidang seni baik lukisan maupuin ukir.
Saya awali ceritra ini dengan kehidupan seorang seniman ukir mengukir patung di pondoknya Wayan Tamba (negak di bataran rompoké dangin paoné.Toktok toktok ngukir togog. Kayu ébené ukuran tengah meter bakalanga apang dadi Sri Tanjung). Wayan Tamba yang hidupnya miskin hanya hidup dengan ibunya, karena ayahnya sudah lama meninggal. Hidupnya miskin ( Kéné mula yén dadi anak lacur bakal meli baas duén sing ngelah pipis apabuin cara anak lénan mamotoh).
Wayan Tamba yang hidup di desa. Lodtungkang. Pemuda sering mengadakan kegiatan pernah juga mengadakan kegiatanTahun Baru dan ada tontonan joged (saya berusaha untuk mengangkat kehidupan warga desa terutama seke terunanya di desa di Bali). Wayan Tamba memadu cinta dengan seorang janda beranak satu yang bernama Luh Nerti tapi tidak direstui oleh ibunya. Walaupun demikian keadannya, Wayan Tamba tetap bertekad akan mengawini Luh Nerti malah mereka sudah lebih dari sekedar percintaan sehingga menjadi gunjingan di desa bahwa diantara keduanya sudah melakukan hal yang dilarang oleh agama.
Agar hal ini jangan berkepanjangan akhirnya Wayan Tamba mengajak Luh Nerti kawin. Suatu hari ia mengajak Luh Nerti kawin lari karena ia tidak direstui oleh keluarga Luh Nerti. Dan seandainya kalau ia meminang dengan baik-baik hal ini akan mengalami kesulitan karena Luh Nerti janda beranak satu yang menjadi waris rumah itu. Apalagi Luh Nerti juga diincar oleh misannya yang bernama Wayan Danta. Karena ia kawin lari akhirnya Ibu Luh Nerti marah dan akan membalas sakit hatinya.
Setelah sepuluh hari upacara perkawinannya, pada suatu malam istrinya akan buang air kecil keluar dari kamarnya. Pada waktu itu ada leak yang menggangu. Istrinya pingsan dan ketika Men Tamba keluar ia tahu bahwa yang datang menantang adalan Men Nerti dengan misannya. Perang leak di malam hari hebat sekali dan akhirnya ketika fajar menyingsing Men Tamba datang dengan kepayahan dan mengatakan kepada anaknya supaya dia baik-baik saja karena sesuatu sudah diselesaikan dengan perang leak malam.
Besoknya desa itu gempar karena dua orang mendadak meninggal Men Tamba dan Men Nerti sama-sama mati karena perang leak tadi malam. Kini tinggal Wayan Tamba dan istrinya. Hidup adalah sebuah togog yang telah dipahat oleh yang menciptanya .
Inilah garis besar cerpen saya yang saya rasakan bahwa saya baru mulai melangkah menulis cerpen yang bernuansa Bali. Ini pengalaman saya pertama mengapa demikian jalan ceritra yang saya tulis karena saat saya menulis saya hanya membayangkan kehidupan orang Bali di pedesaan dan berhadapan dengan dunia pariwisata yang mulai semarak merambah kehidupan pedesaan di Bali. Banyak pikiran yang tertinggal ketika saya melihat jauh kedalam apa yang saya tulis di cerpen ini. Hanya yang masih saya ingat saya menulis jauh di bawah kesadaran saya hanya perasaan saya yang menulis. Sampai saat ini mude menulis semacam ini kapan datangnya saya sendiri menunggu dan tidak mampu mengatakannya.

Nyoman manda

Pantai
Putu…
Kau masih tersenyum
ketika matahari terbenam
Dan cintaku di dadamu
Betapa manis kehidupan ini
Kau kasihku
Di pantai
Putu
Betapa pantai memberikan aku kenangan
Tapi
Aku ingat rumahku yang juga nanti jadi rumahmu
Rumah aku dibesarkan
Dan setiap petang aku menanti ayah pulang
Dan sampan terdampar di pantai
Pasir dimana kau bersimpuh
Kau menangis ketika kukatakan
Rumah pantai ini bukan punyaku lagi
Sudah dibeli orang walupun hatiku melarang
Demi kepentingan yang lebih besar
Aku akan pergi ke tanah seberang
Dan rumahku dipantai dibangun orang
Dan aku tidak akan menunggu ayah pulang
Karena pantai sudah bukan punyaku lagi
Putu
Pantai dan sampan bukan punyaku lagi
Sudah dibeli orang walaupun hatiku melarang
Ingin kukatakan pada semua orang
Pantai ini adalah tanah nenek moyang
Tempat cucu-cucu berkumpul dan sembahyang.
Banjar teges agustus 1973

Puisi ini lahir semata-mata karena saya sering menulis tentang pariwisata dan budaya di Koran Indonesia Raya dan kemudian saya sambung di Koran Suara Karya. Puisi ini diilhami dengan kepesatan kemajuan pariwisata yang melanda Bali sehingga banyak tempat di tepi pantai dijadikan hotel seperti di Nusa Dua dan Sanur. Seperti kita ketahui pantai adalah tempat kita melakukan persembahyangan pada saat melasti atau nangggluk merana, namun karena pariwisata yang berkembang sehingga untuk kenyamanan tamu itu sampai terjadi satpam atau pemilik hotel melarang orang/nelayan berkiprah di pantai di depan hotelnya. Akhirnya orang Bali seperti terpasung tidak bisa bergerak bebas di pantai, akhirnya memilih transmigrasi untuk mencari tanah baru dan pantainya direlakan diambil orang.

Judul : ”Jogéd Bumbung”
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 22 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2000

Kumpulan puisi ini saya tulis tahun 1974,saat saya baru mulai belajar/gemar menulis puisi dan sering dimuat di Harian Nusa Tenggara/sebelumnya Harian Angkatan Bersenjata) Bermodal pada kegemaran membaca dan keberanian mulai berani memasuki sastra Bali Anyar bersama Made Sanggra. Tema yang saya garap adalah tentang kehidupan dan pengalaman saya yang masih hijau sekali dan baru menapak dalam kehidupan. saya rasakan puisi ini adalah proses pembelajaran menulis puisi.

Judul : ”Lelakut”
(kumpulan drama anak-anak)
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 27 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2000
Kumpulan drama ini saya tulis sebagai dorongan untuk membukukan naskah-naskah drama anak-anak yang sering saya pentaskan di Sta TV RI Denpasar saat awal adanya TV di Bali. Drama anak-anak ini merupakan kegiatan Sanggar Purnama dan Malini yang penggodiokannya baik latihan maupun rekaman sering diadakan di pondok Tebawutu banjar Teges Gianyar. Pemainnya adalah anak-anak SD di kota Gianyar dan digabung dengan anak-anak SMUN 1 Gianyar karean kebetulan saya sebagai guru di SMUN 1 Gianyar yang sering mengadakan aptresiasi seni dengan seniman di Bali bersama Umbu Landu Peranggi.

Judul : ”Masan cengkéhé
nedeng mabunga”
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 44 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2002

1.
Buku ini merupakan pemenang pertama lomba naskah drama yang diadakan oleh Listibiya Bali pada tahun 1978. Dalam kumpulan drama ini juga disertakan sebuah drama yang berjudul ,,Penggak”
Drama masan cengkehé nedeng mabunga didukung oleh pemain:
Pan Nerti : mayusa 54 tiban
Mén Nerti : mayusa 49 tiban
Luh Nerti : mayusa 21 tiban
Pan Koyogan : mayusa 50 tiban
Mén Koyogan : mayusa 47 tiban
Koyogan : mayusa 23 tiban
Nyoman Sadra : mayusa 25 tiban
Drama ini mengisahkan tentang kehidupan petani cengkeh yang mengalami banyak hal namun setelah mendapat pertolongan PKL dan pemuda yang ingin membangun desanya akhirnya mereka dapat mengatasi hal tsb. Ceritra ini adalah ceritra tradisi pemuda yang ingin membangun desa (Nyoman Sadra) mendapat tantangan dari I Koyogan dkk. karena memperebutkan hati Luh Nerti. Masalah yang diangkat adalah masalah tanah desa, pembangunan desa dan kepribadian yang tidak baik dimana akhirnya I Koyogan menemui ajalnya. Pertautan ceritra berlingkar pada keluarga Pan Koyogan dan istrinya dan Pan Nerti dan istrinya. Nerti sebenarnya adalah anak Pan Koyogan ini terungkap pada akhir ceritra saat pan Koyogan membuka segala rahasia saat pertengkaran memuncak.
Akhirnya Wayan Sadra dan Luh Nerti kawin bahagia hidup di desa membangun desa. Keceriaan mereka makin cerah ketika cengkeh mereka mulai berbunga.
2.
Drama ,,Penggak” merupakan sebuah lantunann ceritra tradisi
Yaitu pergulatan antara perbuatan baik dan buruk didalam pengabdian hidup kepada kehidupan bersama di masyarakat yang akhirnya yang berbuat baik juga akhirnya menang (Wayan Asa dan Luh Warti). Sebab dalam ceritra tradisi alur ceritra masih berkutat antara yang itu juga seperti hal ini jelas pada lakon arja dan drama gong.Dan dalam drama ini hal inilah yang menjadi topik ceritra.sebagai suatu gambaran yang jelas dalam kehidupan masyarakat Bali Penggak merupakan pertemuan kehidupan dalam kehidupan keseharian di Bali dan keseharian inilah terdapat alur kehidupan yang rwa bineda dan akhirnya yang benar juga akan menang.


Judul : Kuuk
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 40 halaman.
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2000


1.
Buku ini adalah naskah drama yang ditulis bersamaan dengan penulisan naskah drama”Masan Cengkehe nedeng mabunga” Drama ini dipentaskan oleh Teater Purnama yang dipimpin oleh Nyoman Manda dan pada tahun 1978 merupakan drama pementasan terbaik di Bali yang diadakan oleh Listibiya Bali. Drama ini didukung oleh pemain-pemain seperti Ida Bagus Susila, Anak agung Wiyat, A.A. Rai Sudadnya, Nyoman Sunarta dan pemain-pemain drama gong Abianbase dan beberapa pemain dari SMUN Gianyar seperti Kadek Suarningsih (dalam halaman belakang disisipkan foto pementasan karena cetakan buku ini sangat sederhana maka foronya kelihatan kabur sekali).
Drama ini didukung oleh kurang lebih sebelas pemain dan ceritra terjadi dibalai banjar. Dialog-dialog adalah dialog pingpong percakapan sepontan antara dagang kacang, anak mokoh, anak gelem-geleman, dan seorang perempuan baya bernama Ni Luh Sulastri. Ide naskah ini adalah kritik sosial yang dilontarkan oleh masyarakat yang sedang duduk di balai banjar ada yang main doman dan ada yang sedang duduk-duduk santai di balai banjar dibumbui oleh dagang kacang. Dialog berawal ketika anak mokoh dan anak gelem-geleman saling bersitegang saat dia main macan-macanan semacam main caturlah tapi menggunakan batu - suasana bersitegang leher tapi ada satu dialog yang menjadi inti – seperti Jaman jani sing laku munyiné, laksana nyata mara kanggo - setiap dialog mesti ada dialog yang menyentil, hal ini akan terdapat pada semua segmen dalam drama ini.
Akhir paos ke II drama ini ditutup dengan adanya gempa sebagai ancang-ancang membawa naskah ini ke pembicaraan absurd pada paos ke tiga, ané gelem-geleman dikira mati sehingga timbul suasana dengan munculnya Ni Luh Sulastri yang menuntut I Mokoh untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya karena ia sudah hamil. Pertentangan debat Anak Mokoh dengan Ni Sulastri –yang disahuti dengan suara KUUUK – dan dagang kacang yang akhirnya ngereh dengan Ni Sulastri akhirnya lewat gaung suara Kuuk mengumpat keadaan yang tidak beres seperti dialog pada akhir adegan ini yang merupakan ide naskah dan ini akan nampak jelas pada dialog akhir seperti di bawah ini :

(makejang ngalenté ngeréh, bokné magambahan, ané mokoh ilag ileg cara anak lenglenan masaput tikeh)
Ah …. hi …. ha …. hi …. ha …. hi
LUH SULASTRI : Aduh basang cangé sakit. Aduh …. aduh …. aduh …..
DAGANG KACANG : Maniké ngrabéda, tusing demen nepukin ané kakéné.
LUH SULASTRI : Aduh …. aduh …. aduh …. tulungin ….
ANÉ MOKOH : Ené buin ngaba penyakit, jeg aba ka baliané buin mani.
DAGANG KACANG : Ené bangkéné kudiang.
ANÉ MOKOH : Kudiang jani …. aba mulihné …. alih nyamané.
DAGANG KACANG : Cang sing melutang.
LUH SULASTRI : Aduh …. aduh …. aduh ….
DAGANG KACANG : Krejeng krejeng bangkéné, …. aduh …. hidup.
ANÉ MOKOH : Sajaan hidup? Ha …….
ANÉ GELEM GELEMAN : (bangun adéng adéng, gragat grugut)
ANÉ GELEM GELEMAN : Kuuk …. kuuk …. kuuk Edéngang muan nyainé mai, muan cainé mai. Sing kadén jlema jlemané mapi mapi sadu, ngardinin gumi, munyiné manis, puputné tukang sikat. Pantes pembangunan pura désané sing pragat jlema kéné bakat anggo pengurus, munyi dueg nanging tukang nyeluk.
Béh …. nyai pantes benyah bajang bajangé jani ené karanané, jlema mapi mapi darma puputné cangak peranda maketu …. nyai masi bajang ngenot pipis tekén mas, tusing nyayangang awak. Kéné suba yén manusané engsap tekén ajaran ajaran agama …. tutur agama …. sunariné ané lewih, tusing taén ningehang tutur utama susila agama …. kéné suba dadiné, pragat ngenehang betek basang, japin aji mamaling nguluk nguluk tur ngadep awak ……
(ané ajaka telu malingser nagih bakal malaib, ubera tekén ané gelem geleman, lantas macuet hilang)
ANÉ GELEM GELEMAN : (nuding angseg-angseg)
Kuuk …. makelo cai hidup nah, apang melah abet cainé, abet nyainé, ngusak asik, buin pidan taanang …. neraka bakal temuang awaké..
(suara saking luar … kuuk … kuuk anak ané gelem geleman laut bah buin …. malih suara kuuk …. kuuk …. kuuk …. )
Judul : Lan Jani
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 69 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2002



1.
Buku ini saya tulis ketika tahun 1971 saya terpilih sebagai Ketua KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia ) untuk dua periode berakhir pada tahun 1978. . Saya tulis novel ini pada tahun 1974. Pada waktu itu KNPI mempunyai ide adanya desa Indonesia. Sayapun berpendapat tidak masalah kalau pemuda Bali merantau (transmigrasi ke Sumatra atau ke Sulawesi jika tanah di Bali sudah tidak memadai. Berawal pula dari Puisi saya yang berjudul Pantai yang mendapat pengharagaan harapan dari BBC London memperingati almarhum Aoh K Hadimaja.
2.
Ceritra saya awali di desa di Gianyar Wayan Nendra yang tamat SMA sebenarnya ingin melanjutkan pelajarannya di Jakarta. Dia mempunyai seorang kekasih Luh Rasmi yang telah tamat SMA bersama Yan Nendra. Ibunya meninggal sehingga ia menjadi sebatang kara. Luh Rasmi sudah merelakan Wayan Nendra pergi ke Jakarta dia setia akan menunggu. Namun suatu malam terjadi suatu hal yang tidak baik ada seorang pemuda brandal yang mau mencelakakan Luh Rasmi sehingga menyebabkan goyah dan bingung pikiran Yan Nendra akan meninggalkan kekasihnya.
3.
Suatu malam Yan Nendra bertemu dengan Nyoman Sandra tokoh pemuda yang akan berangkat ke Sumatra ke desa pemuda di sana. Dia sudah bulat pikirannya untuk bertramsimigrasi. Dia mengajak Yan Nendra apakah ada keinginannya ikut, syaratnya yang boleh berangkat pemuda yang baru kawin, nanti disana akan membina rumah tangga bertemu dengan pemuda dari seluruh Indonesia. Mendapat ajakan yang demikian rupa Yan Nendra berubah pikirannya apalagi Luh Rasmi sebatang kara dan ia khawatir meninggalkan kekasihnya seorang diri di rumah. Akhirnya ia memutuskan akan pergi transmigrasi ke Sumatra.
3.
Akhirnya ia memutuskan kawin dengan Luh Rasmi dan pergi mengikuti program desa pemuda di Sumatra. Bertransmigrasi ke Sumatra dan sekarang (Lan jani) pemuda Indonesi berani bertekad membangun desa untuk kemakmuran bangsanya.
Novel ini pemenang kedua penulisan yang diadakan oleh Balai Bahasa Singaraja dan pernah dimuat bersambung di harian Nusa Tenggara Denpasar.
Judul : Kenangan indah di
Toya Bungkah
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 28 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2004 (cetakan ulang).

1.
Buku ini adalah kumpulan cerpen saya yang dimuat di Majalah Media Muda Balai Pustaka Jakarta sekitar tahun delapan puluhan berisi tujuh cerpen ( Gusti Ayu Anjang Sari, Pupus kasih di bara api, Kenangan indah di Toyabungkah, Salah masuk, Dibawah pohon bambo, Semua berlalu, Saat-saat terakhir).
Buku ini saya beri judul - Kenangan indah di Toyabungkah - salah satu cerpen yang saya pilih dari salah satu judul cerpen-cerpen tersebut karena hal ini yang berkesan dalam ceritra remaja ini yang lebih banyak berhanjak tentang sekolah dan para remaja pada umumnya.
Saat ini saya baru belajar menulis cerpen kebetulan saya mengenal majalah ini lewat perpustakaan sekolah.. Karenanya pengalaman saya yang tercurah lebih banyak berkisar tentang remaja di sekolah. Demikian cerpen saya yang saya tulis di Minggu Bali Post dan Siimponi, yang kemudian lebih banyak saya ulang dalam penulisan cerpen bahasa Bali Modern.
Ini pengalaman saya menulis cerpen yang isi study penulisannya belum mapan benar saya rasakan tapi keinginan untuk menulis sangat saya rasakan apalagi saya giat memimpin Sanggar apresiasi puisi, Sanggar Malini di Pondok Tebawutu Gianyar.

Juduul : Kasih Bersemi Di
Danau Batur
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 168 halaman
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : tahun 1981, cetak ulang th 2004



1.
Buku/novel ini saya tulis bersamaan dengan saya seringnya ikut sayembara penulisan cerpen dan drama dan mendapat nomer (Togog, Lan Jani, Masan Cenkehé nedeng Mabunga).Sehingga Pemda TK I Bali menugaskan saya menulis novel yang intinya adalah pembinaan desa, penghijauan dan kerukunan hidup berdasarkan kebenaran. Akhirnya saya menulis tentang usaha menghijaukan tepi danau Batur sebagai obyek wisata di Bali.
2,
Saya awali ceritra ini mulai di Gianyar seoang pemuda Yan Ariana ditugaskan menjadi guru di desa Kedisan pada waktu itu belum ada jalan ke Toya Bungkah, Soongan dsbnya) transport masih pedau (sampan).
3.
Yan Ariana mempunyai seorang kekasih Arini di kota tapi kekasihnya tidak mendukung dia sebagai guru yang ditugaskan sebagai guru di desa yang terpencil, pertentangan akhirnya membuahkan perpisahan Arini kawin dengan orang lain.
4.
Akhirnya Yan Ariana bertemu dengan seorang gadis Mayudari yang tertarik dengan Ariana yang giat mendidik dan membangaun desa Kedisan dengan pemuda desa setempat. Cinta Ariana bersambut. Mayudari pun cinta dengan Yan Ariana namun mereka dihalangi oleh I Koyogan yang juga mencintai Mayudari. Akhirnya I Koyogan ngamuk dan Ariana kawin dengan Mayudari yang setia sekata akan hidup damai di tepi danau batur. Kasih bersemi di danau Batur hidup bahagia tentram dan damai.
5. Juga menekankan perlunya penghijauan di tepi danau batur supaya jangan kering, sebaiknya tanah batu karang itu diisi tanah dibuatkan petak-petak kolam dorabuki dan ditanami bawang putih. Demikian lapangan yang kering itu ditanami dengan pohon yang cocok dengan tanah pegunungan dan diharapkan sekiatar danau batur akan menjadi hijau. Karena perananan pemuda sangat diharapkan saling bantu membantu untuk menghijaukan alam danau batur yang permai.
Judul buku : Helikopter
Pengarang : Nyoman Manda
Design cover : I Komang Juliasmara
Tebal : 524 halaman.
Ilustrasi/cover : Koran dan majalah..
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
NO : 41/Januari 2004



Buku ini berisi kumpulan cerpen yang ditulis pada tahun 1994 sampai 1996, dalam buku ini dikumpulan tiga cerpen yaitu Helikopter, Guru Madé dan Angin ngesir di batan binginé.
Cerpen Helikopter menceritrakan tentang pengrusakan alam akibat adanya perkembangan pariwisata dipawongan bali (Tri Hita karana) menjadi rusak karena abing, sungai, teba dan pemandangan alam yang indah telah dirambah dengan pendirian hotel lapangan golf dan sebagainya. Dalam helikopter ceritra ini diilhami ketika suatu perusahan swasta akan mencari tanah ratusan hektar di Payangan untuk didirikan lapangan golf dan hotel. Pro dan kontra ini dijalin dalam ceritra dimana para investor semaunya mendirikan lapangan golf, tebing didirikan hotel sehingga keasrian bali hilang. Di suatu desa di Payangan ceitra ini dijalin protes masyarakat atas kehendak investor yang didukung oleh penguasa akhirnya terjalin dalam persetujuan yang berintikan mempertahankan tanah desa sebagi tanah adat tanah Bali yang penuh dengan upacara. Setiap hari helicopter terbang rendah mencari tanah.
Ceritra kedua adalah guru Made merupakan ceritra yang memenangkan hadiah I penulisan cerpen dalam pesta seni bali. Ceritra ini mengisahkan kehidupan guru yang tidak cukup gajihnya sedangkan kebutuhan hidup cukup tinggi. Sudah ada yang lulus anaknya namun tidak dapat kerja karena KKN. Cerita ini perjalanan dari pengalaman penulis sebagi guru di SMU yang merupakan catatan harian dalam kehidupannya sebagi pendidik.
Ceritra ke tiga dengan judul Angin ngesir dibatan binginé adalah ceritra nyata yang terjadi di kota Gianyar pada tahun 1946. Pahlawan Dipta adalah ipar Penulis, almarhum adalah merupakan pejuang heroik Gianyar dalam mempertahankan kemerdekaan yang gugur di kuburan Sukawati ditembak oleh Belanda tepat sehari setelah ulang tahunnnya dan nama Wayan Dipta sekarang dipangpang sebagai nama stadion termegah di kawasan Bali.
Judul : Mara - mara
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 44 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2000

Buku ini berisi empat puluh tiga puisi, beraneka ada puisi yang panjang sampai satu halaman penuh ( titiang ngipiang beli Made Sanggra hal 12) dan ada puisi yang sangat pendek (Wantah-hal 33) dan ada puisi yang hanya terdiri dua huruf AH namun difigurasikan).
Saya menulis puisi ini adalah kecintaan saya pada puisi dan yang lebih mendasar dengan kecintaan saya belajar dan terus belajar karena saya baru belajar (Mara-mara). Walaupun saya cukup lama belajar menulis puisi dalam sastra bali Modern namun saya merasa tetap belum apa-apa dan masih bertaraf awal (baru dalam usaha saya mencari kepuasan batin lewat puisi. Setiap saya akan menulis puisi saya merasakan langkah awal dalam suatu pencarian (Mara-mara seperti puisi saya di bawah ini yang sekaligus saya pakai judul puisi ini (hal 19)
Mara-mara
Mara-mara
Kanggoang tuara
Ngréka suara
Kekawian panglipur lara
Nusa 1995
Disini saya merasakan menulis puisi adalah suatu kenikmatan sebab dengan kata yang tersusun dalam untaian puisi saya bisa melantunkan berjuta imajinasi dalam setiap pertautan saya dengan jiwa, alam dan Hyang Maha Kuasa. Kata bagi saya adalah satu kekuatan yang bermakna pluralistic yang dibingkai dengan penukikan jauh kedalam dan dan bingkain keindahan. Mungin saja orang akan membaca sekedar saja pusi saya yang berjudul Ombak puisi yang lahir di penghujung pantai Nusa dan Pura Peed terpampang di hadapan saya. Ombak dan Pura Peed menyatu dalam imajinasi saya yang jauh yang hanya dapat dirasakan dan dikatakan oleh saya, serta pelemparannya kepada penikmat itu improvisasi dan apresiatif pembacanya. Hak saya menulis mencipta dan yang menilai adalah para pencinta seni sastra khususnya sastra bali modern dan saya selalu berdoa semoga saya bisa mengabdikan diri saya untuk kebudayaan Bali ini, hanya Sang Hyang Widilah yang mentukan segalanya seperti dalam pusi pendek saya (wantah hal 33)
Wantah
Mrinyang titiang
Wantah ngruruh Hyang.
Nusa 1995
Judul : I Kentung uling Lodtungkang
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 83 halaman.
Design.Cover : Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2002

1.
Sinopsis ceritra
I Kentung anak dua bersauadara dari Pan Kentung dan Men Kentung, ia yang lebih kecil baru duduk di kelas empat dan kakaknya tidak melanjutkan sekolahnya karena orang tuanya tidak mampu karena hanya hidup sebagi petani. I Kentung anak desa Lodtungkang hidup sebagi anak desa dan anak petani. Pertama mengisahkan ketika dia setiap tahun dia dan kawan-kawanya merayakan hari kenaikan kelas dengan hati dag digdug. I Kentung naik kelas karena ia anak rajin.
Setiap liburan ia membantu ayahnya bekerja di sawah. Karena ia naik kelas ia dibelikan meri (anak itik) oleh ayahnya supaya dia sibuk. I Kentung dididik mandiri oleh ayahnya, dengan diberikan meri (anak itik) ia harus rajin mencarikan makan itiknya di sawah (damekan), sampai meri itu besar, akhirnya bisa bertelor dan setelah bertelor uang ditabung yang digunakan untuk membeli baju untuk hari galungan dan sebagian untuk ditabungkan di sekolah dan membeli buku. Ini proses pendidikan anak petani . Setiap pagi ia membawa anak itiknya ke sawah, menyabit rumput bersama, kemudian mandi bersama. Anak-anak petani di sawah begitulah kerjanya, bekerja, membakar ketela pohon dsbnya.
Buku ini lebih banyak mengangkat kehidupan anak petani di sawah, kebersamaan dengan temannya, hidup bersama, apa saja yang dibawa dari rumah sebagi bekal juga dimakan bersama, mencari makanan di sawah juga bersama, jambu sotong, ketela, kelapa muda itu adalah kehidupan anak petani. mencari ikan bersama semuanya diwarnai dengan kebersamaan.
Juga dilukiskan bagaimana girangnya anak mandi di grubugan sungai dan diselingi dengan ceritra mahluk gaib yang ada di setiap tempat angker di sawah atau di tebing ngarai (pangkung).
Juga terselip kebiasaan atau kenakalan anak-anak yang bisa mencuri mangga untuk dimakannya. Sekecil apapun kesalahan itu harus dihukum dan diarahkan untuk perbuatan yang lebih baik dan orang tua tidak semata-mata hanya menghukum anak( proses ceritra nagelin poh).
Malam hari anak desa ini bermain-main riang gembira dibawah sinar rembulan yang cerah. Mereka bermain sampai larut malam. bermacam-macam jenis permainan yang dimainkan dan setelah malam mereka pulang dan ini adalah sebuah kreativitas.
Ceritra ini diakhiri dengan sebuah kisah yang sering tejadi di sawah ada maling yang mencuri sapi. Kebersamaan kaum petani di sawah dalam suka dan duka kehidupan yang dihadapai bersama. Dan kehidupan yang dilandasi kebersamaan diwarisi pada anak-anak mereka di desa apa dan bagaiamanpun kebersamaan adalah sebuah kehidupan.

Judul : Ditengah Keluarga
Pengarang : Nyoman Manda (alih
bahasa)
Tebal : 143 halaman.
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 1999



1.
Ceritra ini saya terjemahkan setelah saya mendapat hadiah sastra rancage pada tahun 1998. Walaupuin sebenarnya buku ini sudah lama saya baca di perpustakaan sekolah dan saya telah membaca banyak tentang riwayat hidup pengarangnya, yang diceritrakan oleh pengarangnya tidak sensasional tidak mengerikan serba sederhana dan bisa menarik sekali sebagai suatu dokumen humanis, hidup yang wajar, riil, tidak dibikin-bikin, tidak berkedok seperti apa yang dikatakan oleh Dick Hartako dalm Majalah basis)
2.
Di Tengah Keluarga merupakan biografi pengarang sendiri. Hari-hari punya malam adalah lukisan kesukaran dan kesedihan, Dan hari-hari punya Siang adalah lukisan hari-harinya yang cerah dan gembira seperti apa yang dikatakan oleh HB Yassin dalam Mimbar Budaya Indonesia.
Judul : Layar Terkembang
Pengarang : Sutan Takdir Alisyahbana
Alih bahasa : Nyoman Manda bahasa)
Tebal : 200 halaman.
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 1999


Buku terjemahan ini saya tulis entah bagaimana nasib saya bisa bertemu dengan Sutan takdir Alisyahbana pengarang yang saya kagumi kemudian saya bisa kerja sama dengan beliau karena beliau meminta saya setiap hari kemis tiga kali sebulan membaca puisi di balai Seni Toya Bungkah. Selama pergaulan saya beliau mendorong saya untuk terus menulis karena beliau tahu saya adalah seorang penulis dan apresiator serta sering mementaskan drama di Sta TVRI denpasar.
Akhirnya saya menterjemahkan karya beliau yang terkenal ”Layar Terkembang” ke dalam bahasa Bali modern. Barangkali ceritranya tidak usah saya ulas lagi bagaiamana terkenalnya Maria, Yusuf dan Tuti tokoph pendukung roman ini. Dalam menterjemahkan roman ini saya mendapat dukungan Pak Takdir seperti suratnya di bawah ini
Judul : Sukreni Gadis Bali
Pengarang : A.A.Panji Tisna
Alih Bahasa : Nyoman Manda
Tebal : 135 halaman.
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2001



.1.
Saya menterjemahkan buku ,,Sukreni gadis Bali,” pertama karena saya sangat kagum dan bangga akan orang sosok bangsawan Buleleng ini karena dengan lincah dan indahnya dapat menggambarkan situiasi dan konflik serta pemaparan yang mapan tentang kehidupan orang Bali. Semua karangannya sangat saya kagumi lebih-lebih I Swasta Setahun di Bedahulu. Karena kagum dan bangga dalam menterjemahkan Sukreni gadis Bali saya sangat lancar seperti rasanya mengarang karangan sendiri. Karena apa yang dilukiskan nuansa Balinya sangat saya rasakan. Betapa hebatnya pengarang ini dapat melukiskan keadan kehidupan orang Bali di Bali utara di daerah perkebunan walaupn saya belum pernah mengenal situasi perkebunan kelapa tapi pemaparannya sangat merasuk dalam diri saya sehingga waktu menterjemahkan kedalam bahasa bali sangat lancar rasanya. Disini saya pribadi berpendapat bahasa Ibu akan dapat mencerna peran kehidupan dari mana ibu itu berasal. bahasa bali dapat meraup situasi kejiwaan yang dipaparkan. Juga saya merasakan betapa hebatnya pengarang ini tahun tiga puluhan dapat menuliskan situasi Bali dengan bahasa Indonesia yang biasanya didominasi oleh orang Melayu dan Jawa. Tapi Panji Tisna telah menjawabnya bahawa orang Bali dapat menuliskan kehidupan orang Bali dalam romannya dengan bahasa Indonesia yang sangat bermutu.
2. Inilah kekaguman saya sehingga saya bercita-cita untuk menggarap karangannya yang lain dengan harapan mungkin saya akan bisa beradaptasi dengan cara yang dilakukan oleh pengarang didalam menuliskan sesuatu khasanah budaya masyarakatnya. Saya rasakan inilah hikmah dari suatu proses terjemahan. Penterjemah dapat beradaptasi dengan jiwa pengarangnya.
Judul : Sayong
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 98 halaman.
Ilustrasi : Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 1999

1.
Ringkasan ceritra:
Buku ini mengisahkan tentang kehidupan di desa Nyebeh Kayuamba Bangli. Wayan Runaka yang tamatan SPG memilih bekerja membangun desanya sendiri dengan membantu para petani dan warga desanya untuk lebih gairah membangun desanya. Di desa ia bekerja dengan sekeha teruna, PKL dan unsur lainnya. Ia menjalin cinta Luh Nerti pemudi desa yang aktif membantunya. Mereka mengadakan kegiatan PKK, kebersihan desa, membuat sendratari, bar untuk pembangunan desa. Juga membantu warga desa bagaima na menanam cengkeh supaya bagus hasilnya.
Diceritrakan pula tokoh pemuda berandal yang namanya I Koyogan kerjanya hanya berjudi, minum arak dan tuak, memperisitri banyak gadis dan sering mengganggu gadis sedesanya dan dia selalu menghalangi apa yang dilakukan oleh Wayan Runaka dan sekeha teruna desanya. Kemudian I Koyogan dengan berbagai cara hendak memperisitri Luh Nerti tapi tidak sanggup sampai akhirnya ia berusaha dengan black magig. Juga tidak mempan akhirnya ia memaksa dengan cara kasar.
Suatu hari I Koyogan mendapat obyekan bagus karena ada orang dari sanur (Wayan Darsana) hendak membeli tanah, I Koyogan akan menjual tanahnya tapi orang tuanya tidak setuju. Karena dihalangi niatnya lalu ia mengamuk. Ia mengamuk pada ibunya karena ia akan menjual tanah pada orang dari sanur itu. Lalu datang ayahnya. Ayahnya diparang luka tangannya. Ketika ia akan membunuh ayahnya datang Wayan Runaka menolong dan akhirnya I Koyogan kena tibas dan luka-luka akhirnya ia meninggal.
Ceritra ini berkahir dengan kebahagian ketika Wayan Runaka menikah dengan Luh Nerti dan mereka berjanji akan selalu sejalan dalam mengabdikan dirinya membangun desa. Siapa lagi kalau bukan generasi muda desa itu sendiri yang membangun desnya.

2. Tema ceritra
2.1 Keterlibatan generasi muda (sekeha teruna) untuk membangun desa dengan hati yang tulus. desa dibangun dengan konsep Bali dengan berdasar pada agama seni dan budaya Bali
2.2 Dalam perkembangan dan kemajuan pariwisata jangan sampai tanah desa dijual kepada orang lain sebab struktur masyarakat desa adalah erat kaitannya dengan agama, tanah dalam keadaan yang paling jelek sebaiknya dikontrakan jangan dijual.
Judul : Singgah Di Bancingah
Wayah
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 40 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2000

Buku ini ditulis waktu menerima Hadiah sastra Rancage pada tahun 1998 di Bandung. Berangkat ke Bandung lewat Jakarta bersama Made Sanggra (bersama menerima hadiah sastra Rancage) dan Nyoman Tusty Edi sebagai dewan juri di Bali. Perjalanan dari bandara Ngurah Rai lewat Jakarta diantar oleh Wayan Windia yang kebetulan pada waktu itu sebagai anggauta DPRI wakil Golkar sehingga sempat diajak singgah ke gedung DPRI, ke ruangan sidang utama, ruangan Komisi dan ruangan pribadi anggauta Dewan di sanalah banyak lahir puisi ini yang judulnya juga diilhami oleh perjalanan ke gedung DPRI (bancingah wayah) dalam buku ini terkumpul 38 judul puisi yang terilhami mulai dari Bandara Nguah Rai, di pesawat, di gedung DPRI di Jakarta dan perjalanan sepanjnag ke Bandung dan di Bandung sendiri. Puisi adalah potret peristiwa yang dialami juga sekelumit pendapat atas potret-potret itu seperti salah satu puisi di bawah ini :


di tingkat beduur
uling beduur di tongos anak sangkep
negak di kursiné kiyap
ngenah
betén
rakyat kecil
unyil-unyil ngemil mako
kanggoang.

Senayan juli 1998

Kebiasaan saya menulis selalu ingin menyelipkan pendapat sendiri atas apa yang saya lihat walaupun potret itu saya angkat dalam keadaan sebenarnya namun keinginan untuk melampiaskan keinginan lewat kata dalam puisi tidak bisa terelakan. Itulah puisi saya dalam garis besarnya.
Judul : Deru campur debu
Pengarang : Khairil Anwar
Diterejmahkan : Nyoman Manda
Tebal : 40 halaman.
Ilustrasi :
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2000
1.
Buku ini saya terjemahkan karena saya sangat kagum dan tertarik dengan pengarangnya. Barangkali semua pelajar pasti pernah mendengar nama Khairil dan pernah membaca atau mendeklamasikan saja AKU.
Ketertarikan saya pada sajak Aku dan Kerawang bekasi, Diponegoro sudah saya terjemahkan tersendiri dalam majalah Canang Sari. Kemudian setelah saya lebih teliti membaca riwayat hidup Khairil anwar lalu saya belajar menterjemahkan kumpuilan puisi Deru campur Debu ini. Betul-betul saya merasakan bahasa Bali masih mampu digunakan untuk menterjemahkan yang kedalaman maknanya sangat meyakinkan.
2.menterjemahkan puisi pengarang-pengrang yang terkenal adalah proses pembelajaran menulis yang terus saya usahakan mengingat saya merasakan sedalam-dalamnya bahwa kekuarangan saya dalam bentuk dan isis masih dalam.

Judul : BEH
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 60 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2004

Buku ini saya tulis sebagai kelanjutan dari cara saya menulis puisi pada kumpulan puisi saya yang berjudul :
Semengan
Semengan galang
Hidupé lantang
Br. Teges 1974 ( ganda sari halaman )
Kemudian ini saya terus kembangkan dalam kumpulan puisi yang berjudul “BEH’ yang terbit th. 2001 tebalnya 60 halaman berisi 59 puisi yang semuanya pendek-pendek rata-rata dua sampai tiga baris. Malah ada puisi dalam kumpulan BEH ini yang hanya berisi satu baris saja seperti judul Eda, kanggoang dan Gilik
Eda
Eda iri
Agustus 2001
Kanggoang
Mongkén ja paican Widiné
Agustus 2001
Gilik
Gilik mayasa di patuté
Agustus 2001

Saya menulis puisi pendek sekali karena saya berkayakinan dalam berpuisi kata mempunyai kekuatan tersendiri. Dengan satu atau dua buah kata ia sudah mampu menimbulkan berbagai imajinasi yang memungkinkan. Kata dengan kekuatannya yang hebat bisa memberikan keleluasaan berimajinasi bagi pengarangnya. Inilah yang mendorong saya untuk menulis puisi dengan kata-kata yang pendek sesuai dengan judulnya “BEH” adalah kesimpulan keyakinan saya pada apa yang saya lihat dan saya angkat.





Judul : Hilang
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 48 halaman.
Ilustrasi :
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2001

1.
Kumpulan cerpen Hilang yang tebalnya 48 halaman terbit Mei 2003 berisi lima cerpen. Hilang (hal 1-11), Motor pit ( hal 12-17), Sabuk poleng (hal 18-26), Limang Ringgit ( hal 27-38), dan Saksi (39-48). Ilustrasinya mengambil repro dari beberapa sumber majalah.
2.
Dorongan untuk menulis buku ini adalah berawal dari adanya kepercayaan masyrakat Bali tentang kehidupan alam gaib yang dipadukan dengan ceitra yang benar-benar terjadi.
Seperi pada cerpen ”Hilang“ memang pernah terjadi ada orang hilang di sawah di tepi jurang setelah ditenungkan akhirnya orang itu kawin denang gadis sepupunya yang dulu jatuh di jurang itu. Manusia kawin dengan wong gamang. Dan ini soal kepercayaan .
Pada cerpen Motor Pit dalah ceitra yang beredar di kampung saya tentang seorang anak laki-laki yang sering diajak ikut ngleak oleh neneknya, Ceritra ia akhirnya pernah naik motor pit dan besoknya baru dia sadar bahwa dia sedang menggelut pinggang Dadong mangklong yang terkenal bisa ngleak di desanya.
Ceritra sabuk poleng bahwa di suatu desa yang belum pernah dijangkau oleh listrik masyarakatnya boleh dikatakan semuanya bisa ngleak. Ini ceritra tempo dulu. Kalu tidak biasa ngleak kita sendiri bisa dikucilkan.
Ceritra Limang Ringgit bahwa seorang kontrolir Belanda memerintahkan kepada pejabat kerajaan supaya di kuburan ada orang Bali yang nglekas karena dia sama sekali tidak percaya bahwa di Bali ada leak. Lalu punggawa memerintahkan ratu leak Kaki dan dadong dari gigit ngeleak di kuburan tengah malam. Namun sama sekali tidak mampu dan kontrolir itu marah-marah Namun waktu dia pulang ketika akan membuka pintu celananya ditarik oleh seekor kera dan di sebelah timur dibawah sebatang pohon ada api sebesar nyiru. Dia takut dan semenjak itu dia percaya dan jongosnya dikasi uang lima ringgit untuk selalu membuat sesajen setiap hari utamanya pada hari kliwon. Dan ceritra terakhir Saksi adalah seorang yang membunuh seekor babi tapi kenyataannya babi itu kemudian menjadi manusia. Akhirnya ia dibela oleh pembela dan saksi-saksi tapi itulah di Bali , orang bisa ngereh jadi babi dan ketika babi mati ia menjadi manusia. Ini sebuah peristiwa hukum di pengadilan.
Judul : Bunga Gadung Ulung
Abancang
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 112 halaman.
Ilustrasi : I Gst.Pt.Bawa Samar
Gantang
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2001
Setelah memperhatikan kualitas karya-karya yang terbit tahun 2002 maka buku sastra Bali yang terpilih untuk diberi Hadiah Sastera "Rancage" 2003 untuk karya adalah Bunga Gadung Ulung Abancang (Kembang Gadung Gugur Setangkai) Roman karya I Nyoman Manda (Lahir di Gianyar, 1938) Terbitan Pondok Tebawutu, Gianyar Roman ini merupakan trilogi, bagian yang pertama terbit tahun 2001. Diambil dari babad Dalem Tarukan berdasarkan naskah lontar. Meski mengambil kisah lama, namun tetap menarik karena pengarang mampu memformat cerita lama itu dalam plot atau struktur naratif modern. Bagian pertama mengisahkan tragedi yang menimpa pasangan pengantin baru Kuda Penandang Kajar (anak angkat Dalem Tarukan) dan Déwi Ayu Muter (anak Dalem Samprangan). Keduanya meninggal karena ditusuk keris sakti Ki Tanda Langlang yang dapat bergerak sendiri kepunyaan Dalem Samprangan yang tidak menyetujui pernikahan keduanya. Pernikahan itu dilakukan dengan paksa, yaitu dengan jalan menculik Déwi Ayu Muter berhubung keduanya saling mencinta. Penculikan dilakukan oleh Ida Dalem Tarukan, ayah Penandang Kajar dan juga adik kandung Dalem Samprangan. Dalam bagian kedua dikisahkan permusuhan antara Dalem Tarukan dan Dalem Samprangan yang melanjut.
Judul : Bunga Gadung Ulung
Abancang (2)
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 88 halaman.
Ilustrasi : I Gst.Pt.Bawa Samar
Gantang
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2002

Karena Dalem Samprangan bertekad hendak mengambil nyawanya, maka Dalem Tarukan mengungsi ke tengah hutan, meninggalkan isteri yang hamil, menyamar sebagai orang biasa, pindah dari satu tempat ke lain tempat. Setelah bertahun-tahun hidup menyamar, Dalem Tarukan bertemu dengan Ida Déwa Bagus Dharma yang ternyata anak kandungnya sendiri. Dalem Tarukan meninggal dan Ida Déwa Bagus Dharma bertekad untuk melanjutkan permusuhan. Dalam bagian akhir dikisahkan kebulatan niat para pembantu dan prajurit Dalern Tarukan bersama dengan Ida Déwa Bagus Dharma untuk melawan pasukan Dalem Samprangan. Namun dalam pertempuran yang tidak seimbang karena bala tentara Dalem Samprangan kekuatannya berlipat ganda, Ida Déwa Bagus Dharma dan pasukannya menderita kekalahan. Dia dianggap sebagai ksatria yang membela ayah kandungnya. Dalam akhir karangan pengarang menegaskan bahwa keluarga Dalem Tarukan dan Samprangan akhirnya bersatu kembali.
Dalam menuliskannya, Nyoman Manda nampak sangat berhati-hati. Deskripsi cerita dan latar waktu dilukiskan dengan tepat, misalnya bepergian dengan menggunakan kuda, makan minum menggunakan tempurung kelapa, daun atau tampah, dan menulis dengan pisau di atas lontar. Lukisan alam, terutama floranya amat memikat, penuh dengan berbagai nama bunga di taman yang indah, segar dan romantis.Kepada I Nyoman Manda akan disampaikan Hadiah Sastera "Rancage" 2003 berupa piagam dan uang Rp 5.000.000,-
Kemudian dilanjutkan pada buku yang merupakan bagian ketiga dari trilogy ini. Ini merupakan bagian penting dari sikap moral dan keyakinan para putra Dalem Tarukan terutama Dewa Bagus Dharma yang menerima titah ayah beliau agar jangan pergi ke kota Gelgel sebaiknya tinggal di gunung menyatu dengan rakyat karena memang sedari dulu ayah beliau memang manunggal dengan rakyat. Karena keputusan Dalem Ketut agar beliau ke Gelgel atau dibinasakan, Dewa Bagus Dharma lebih memilih puput ring ranang gana, bertempur di medan laga sampai titik darah penghabisan demi harga diri. Demi kelangsungan sentana Dalem Tarukan, Dewa Bagus Dharma memrintahkan semua adik-adiknya agar menghindari pertumpahan darah dan menjauh. Biarlah beliau sendiri yang akan menghadapi kerajaan Gelgel itu..
.Judul : Bunga Gadung Ulung
Abancang (3)
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 75 halaman.
Ilustrasi : I Gst.Pt.Bawa Samar
Gantang
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2002
Dengan dibantu para abdinya yang setia pertempuran hebat terjadi di Nyanggelan, Bangkiang Sidem . Dewa Bagus Dharma bertempur sampai titik darah penghabisan berselaputkan anak panah gugur di bukit dekat Bangkiang Sidem. Pada saat itulah ada bayangan berklebat menyambar mengambil keris pusaka yang dibawa oleh Dewa Bagus Dharma dan secepat kilat bayangan itu menghilang di malam pekat itu.
Karena kesaktiannya Dewa Bagus belum meninggal namun setelah matahari terbit dengan sinarnya yang cerah di ufuk timur dan ayam berkokok bersahut-sahutan saat itulah Dewa Bagus Dharma baru menghembuskan nafasnya yang terakhir. Fajar seperti menyapa dan mengantarkan seorang putra raja yang gagah berani. Beliau di stanakan di buatkan sebuah pura yang disebut palinggih Ida betara Siang Kangin Demikianlah akhir dari cerita ini yang berdasarkan babad Dalem Tarukan sebagai acuan ceritra. .
Judul : Manah Bungah Lenyah
di Toya Bungkah
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 92 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2002

1.Buku ini saya tulis ketika gencarnya saya bekerja sama dengan pengarang Pujangga Baru Sutan takdir Alisyahbana yang mempuanyai Balai Seni Toya Bungkah. Boleh dikatakan dua kali dalam sebulan saya dan sanggar saya (malini sanggar SMUN 1 Gianyar dan sanggar SMUN 1 Sukawati) bergantian pergi ke Toya Bungkah atau kadang-kadang pak takdir yang pergi ke sekolah kami. Membaca piuisi, ceramah, menari dan main drama itulah kegiatan sanggar kami dengan Pak takdir dan dalam pergaulan ini serta dorongan Pak Takdir saya melahirkan novel Kasih bersemi di danau batur, (dalam bahasa Indonesia setebal 164halaman) dan manah bungah lenyah di Toya Bungkah novel bahasa bali modern setebal 92 halaman.
2. Ceritra ini berawal dari kegiatan anak-anak SMUN Sukawati yang kemudian mengadakan kegiatan dengan pak takdir di toya Bungkah dimana akhirnya terjalin ceritra yang berwarna cinta segi tiga remaja (Putra, Sawitri, Arini gadis Toya bungkah. Ceritra remaja SMU yang diwarnai dengan perselisihan merebut pacar antara Putra dan Swena yang berandal memuncak akhirnya ketika mereka kemah di Toya Bungkah Swena yang kecewa tidak dapat menggait hati Sawitri dan Sawitri yang kecewa karena Putra tersandung kasih dengan Arini gadis asli tepi danau Batur menyebabkan kesemrawutan kasih berkepanjangan, putra yang menuai kasih dengan Arini terjalin mesera di temaramnya kabut danau Batur akhirnya punah karena Arini dikawinkan dengan saudara sepupunya yang juga orang Batur. Arini tidak dapat berbuat apa-apa karena orang tuanya ingin Arini tetap di rumah.
3. Ceritra akhirnya kembali pada Putra dan Sawitri setelah Sawitri secara kebetulan dapat membaca surat Arini pada Putra. Dua kasih berpadu semaraknya cinta remaja yang penuh dengan cita-cita.
Judul : Bawuk, Pupulan
satua terjemahan
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 60 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : Maret 2002


Saya menterjemahkan cerpen terbaik dalam makalah horizon ini dengan beberapa alasan seperti apa yang dipaparkan dibawah ini :
1 ,,Bawuk” karya Umar Kayam Berbicara tentang perwatakan, Kayam melukiskan perwatakan para tokoh dalam karya-karyanya lewat cakapan, pembatinan tindak dan sikap, Dalam cerpen ,, BAWUK” masih ditambah lagi dengan lewat surat-surat Bawuk yang dikirimkan kepada ibunya, Nyonya Suryo. Mengenai latar, menurut Prihatmi, Kayam pada umumnya melukiskan latar dengan efisien seringkali beberapa kalimat yang menunjukkan latar namun sudah memenuhi kebutuhan” Dan lagi pelukisan latar bukan saja sebagai hiasan yang ditempel melainkan dipergunakan juga untuk melukiskan suasana hati.
Akhirnya menurut Prihatmi “Aspek–askep estestis perwatakan dan latar karya-karya Umar Kayam ternyata mampu mendukung tema dan faktor ekstra estetis yang lain misalnya macam-macam watak manusia. Juga dikatakannya kalau apa yang dikemukannya dan cara mengemukakannya “senyawa”. Dan pada umumnya cerpen-cerpen Kayam berhasil karena memiliki jarak estetis “realistas di dalamnya adalah realitas yang lebih tinggi
( Kertas kerja Prihatmi dari Universitas Diponegoro dalam Kongres bahasa dan sastra Indonesia 12-18 Feb 1970- (Majalah Horison/XIII/70)

2 ”Kuli kontrak” karya Mochtar Lubis, berceritra tentang nasib para pekerja perkebunan di Sumatra pada jaman penjajahan Belanda Para pekerja itu disebut kuli kontrak ,,Aku” yang tentunya belum dewasa untuk melihat adegan kekejaman – suatu kali meski secara tidak langsung telah dilarang ”Ayah” menyaksikan suatu adegan penyiksaan terhadap tiga orang kili kontrak yang dilakukan oleh mandor penjara. Tiga orang kuli itu disiksa karena telah menikam seorang opzichter mandor Belanda. Sebetulnya alasan mereka menikam karena opzicter itu telah mengganggu istri mereka Namun karena Belanda penguasa dan para kuli itu adalah budak, dan para kuli itu tetap dianggap salah dan opzichter itu benar. Disinilah ketidak adilan terjadi. Celakanya “Ayah” yang semestinya membela para kuli itu, tidak bisa berbuat apa-apa kecuali ikut menyaksikan adegan kekejaman itu berlangsung di depan matanya . Untunghlah akhirnya “Ayah” menjelaskan alasannya dan sikapnya kepada “Aku” bahwa ia berbuat begitu karena keterikatannya sebagai pegawai pemerintah Belanda ( dalam hal ini ia menjabat sebagai Demang).
Itulah diskripsi ringkas cerpen”Kuli Kontrak”.Apakah yang menarik dari cerpen ini? Dilihat dari cara penyajian dan temanya cerpen ini memikat. Begitu kita membaca ceritra ini kita langsung dibawa ke suatu kehidupan yang jauh dari segi waktu melainkan juga dari segi kebiasaan atau cara hidup.(Sunu Wasono dosen Fakultas sastra Universitas Indonesia- Majalah Hoison XXXI?I/1997).

3, ,,Jalur-jalur Membenam” karya Wildam Yatim sebuah cerpen yang cukup panjang dan bahasanya mungkin tidak begitu akrab bagi pembaca diluar kebudayaan Minangkabau Cerpen itu sendiri sebenarnya mengisahkan suatu yang sederhana. Yaitu pertemuan dua pasangan insan yang lama berpisah; tentu ada keharuan dan perasaan campur aduk di sana.
Kekuatan karya Wildan Yatim tentu tidak terletak pada ceritranya yang sederhana itu, melainkan pada kemampuannya mengolah ceritra yang sederhana sehingga mampu membangun ulasan yang tertentu, mampu memberikan suatu yang “baru” bagi pembaca. Latar belakang Minangkabau dalam cerpen tersebut adalah suatu yang penting yang diperkuat oleh bahasa bernuansa Minangkabau pula. Jadinya cerpen tersebut sarat dengan warna lokal Minangkabau dalam latar waktu cerpen itu sendiri. Dengan demikian cerpen tersebut pastilah merupakan potret dari kehidupan dan masalah sosial Minangkabau dalam kurun waktu tertentu
( Kaki Langit/Majalah Horison XXXV/11/2001)

4. ,,Gauhati” karya Budi Darma cerpen ini merupakan salah satu cerpen pilihan Kompas tahun 1977.Cerpen yang berkisah tentang tokoh”saya” di hadapan tiga bidadari ini diulas oleh Tirto Suwondo, kritikus dari Jogya yang baru-baru ini menerbitkan buku Suara-suara Terbungkam berasal dari tesis S2nya di Progran Pasca Sarjana UGM.Dalam buku itu Tirto membahas secara kritis novel Olenka Budi Darma dengan pendekatan dialogis Bakhtin. Menurut Tirto cerpen ,, Gauhati” sebagaimana karya-karya Budi Darma lainnya, mengangkat masalah esensi dalam kehidupan manusia di bumi ini, yakni takdir dan eksistensinya.
Menurut pemenang pertama esei terbaik Horison tahun 1977 ini, tiga bidadari dalam cerpen itu adalah takdir manusia yang mengacu kepada asal mula kelahiran manusia, keberadaaanya di dunia ini.dan ketiadaaanya sebagai akhir kehidupan manusia dalam garis takdirnya.
Sebagaimana umumnya karya-karya mantan rektor IKIP Surabaya ini (1984-1987),,Gauhati” menampilkan sisi absurditas manusia dan kehidupan. Dengan imajinasi yang liar, kaya dan komplek, para pembaca barangkali tak sepenuhnya dapat mengikuti ceritra dengan gampang. Akan tetapi manakala mau meluangkan waktu dan bersikap serius membaca karya itu, kelebat-kelebat keindahan cerpen itu niscaya hadir berpendaran lalu menyentuh sukma terdalam kita Dan kitapun terperangah takjub dibuatnya. (Majalah Horison (XXXV/1/2002).
Judul : Tali Rapiah
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 68 halaman.
Ilustrasi : I Nyoman Wartana B.A.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2002

Buku ini merupakan kumpulan cerpen yang say tulis pada tahun 2002 berisi 16 cerpen pendek( 3-68) antara lain:
1. Uyut maksudnya kalau orang di Jakarta sering hanya kegiatannya diwarnai dengan demo namun di Bali orang (uyut) yaitu ributnya bunyi pengotok dengan kayu yang akan diukir sehingga bagaimanpun keadaan krismon di Bali khususnya di daerah seni kehidupan bisa berjalan dengan lancar.
Gelem cerpen ini mengisahkan kalau kita sakit berobat ke rumah sakit mesti dipersiapkan biaya besar karena biaya priksa dan obat-obatan semua serba mahal.
Brigjen Made merupakan plesetan dari seorang pensiunan karena tidak mempunyai pekerjaan tetap setelah pensiun hanya mencari hiburan sehingga sering ia memperkenalkan dirinya dengan berig metajen dan disingkat Brigjen tapi dia bangga walaupun dia sering ke tajen hanya mencari hiburan dan mempunyai kejujuran dan tidak pernah meminta-minta seperti seorang pengemis kepada orang-orang sehingga tajen itu menjadi aman.
Tengilin duén cerpen ini megisahkan tentang kehidupan anak pejabat yang menyolok berlebih-lebihan masuk pakai sedan dengan hand phone serta pesta pora, rumah mewah serta gaya hidup yang sangat menyolok sombongnya. Akhirnya hukum karma pala berlaku di Bali ayahnya yang pegawai korup itu meninggal dan nasib anak itu berbalik seratus delapan puluh derajat.
Kadutan emas masalah harga diri seorang perempuan. Di bali masih ada kalau anak gadis sudra kawin dengan orang bangsawan ia natab / upacara tidak bersama suaminya tapi dengan sebilah keris. Ia berlari ingin pulang saat upacara sedang diadakan.
Alih ulih aluh ceritra yang menyoroti tentang situasi pendidikan. Banyak sekali orang yang tidak pernah masuk suatu perguruan tinggi akhirnya suatu saat entah bagaiman caranya ia sudah menyandang gelar. Ini cekaman protes Kadek Warsa yang setengah mati membuat skripsi untuk mencapai gelar dan ia muak melihat dunia pendidikan yang semacam ini masih saja bisa terjadi di Indonesia ini.
Nyama kelihan berawal dari seringnya terjadi kecelakaan di jalanan karena naik Honda / sepeda motor buatan Jepang yang sudah sangat merambah konsumen di Indonesia. Seorang yang mengalami jaman jepang menggerutu. Jepang yang mengatakan dirinya saudara tua kembali menjajah Indonesia dengan sepeda motornya yang hanya membawa bencana saja.
Tanah, ceritra diangkat dari masalah nghaben. Dulu orang di Bali untuk ngaben menjual tanahnya. Generasi muda sekarang berpikir jangan lagi berbuat semacam demikian. Hendaknya dicari jalan keluar upacara ngaben hendaknya efisien tujuan tetap jalan tapi tidak mengahancurkan yang masih hidup. Ngaben dengan berkelompok dengan biaya irit tapi bakti kepada leluhur tidak berkurang. Pengertian ngaben ngabehin harus segera dihilangkan, falsafah agama hendaknya dijalankan sesuai dengan tujuannya.
Surudan ceritra yang berkisar tentang harga diri. Seorang wanita yang kawin dengan orang berkasta surudan anaknya tidak mau dimakan oleh sanak keluarga suaminya. Akhirnya ia memilih pulang ke rumahnya karena dia mempunyai harga diri Perasmaan hak dan asasi manusia harus ditegakkan sesuai dengan porsinya.
Tasné hilang adalah ceritra yang berawal di mataran. Seorang yang ditinggalkan pesawat ke Jogya tgl 19 januari 2002 padahal dia harus menghadap dosen untuk bimbingan hari itu juga. Tapi karena gara-gara tiketnya yang ditaruh di tas istrinya hilang di pura Suranadi. Akhirnya ia batal walaupun sudah ingin membeli tiket di bandara. Nasib manusia memang ditentukan oleh yang di atas. Akhirnya ia terperangah ketika mendengar berita di TV bahwa pesawat penerbangan Mataram Jogya itu jatuh di Bengawan Solo. Semua keluarga menarik nafas lega dan istrinya memeluknya erat-erat.
Luas ka als wayah perjalanan roh manusia ke alam sana mengahadap sang Jogor manik sekjen kematian itu. Manusia hanya diketahui dari identitasnya perbuatannya selama di dunia bukan yang lain terutama hartanya. Hanya perbuatan baik dan buruk yang mengiringi perjalanan roh itu dan itu juga yang akan menjadi jati diri dan kedudukannya di dunia sana.
Elas Ii adalah ceritra tentang preman di pasar. Ada seorang yang selalu ditekan dimintai uang dsbnya. Ada seorang pedagang yang baru buka rokoknya sudah diambil sudah itu dimintai uang karena tidak dikasi lalu pedagang itu ditendang, Walaupun preman itu berbadan gempal akhirnya ia mata gelap dan menusuk perut preman itu yang mengira bahwa pedagang itu tidak berani melawannya. Setelah preman itu mati baru pedagang itu sadar bahwa perbuatannya akan menyengsarakan anak satu-satunya yang kini masih sekolah SD dan istrinya. Tapi seorang pembela yang membelanya yang mengatakan bahwa ia berbuat demikian ini karena sudah pasrah untuk membela diri. Kesewenang-wenangan mesti dilawan walaupun resikonya harus berhadapan dengan hukum. Serorang pembela muda dari Bali akhirnya melihat perantau dari Lombok itu.
Pil suargan adalah gambaran tenatng kehidupan malam di pantai Kuta. Dampak pariwisata membawa bahaya bagi kehidupan penduduknya terutama remajanya dengan adanya pil estasi dan narkoba yang dikatakan pil sorga namun adalan kehiduan neraka bagi kaum remaja kita.
Tali Rapiah adalah gambaran tentang pendidikan anak yang kurang mendapat perhatian orang tuanya yang selalu sibuk tidak pernah memperhatikan anaknya hanya memberi uang dan juga tingkah laku kedua orang tuanya tidak edukatif, akhirnya Anaknya mencari kebahagian di narkoba dan perempuan dan akhirnya menggantung diri dengan tali rapiah dikamar mandi karena tidak mendapatkan pil narkoba out lagi. Ceritra ini dipakai judul karena ini yang sering terjadi sekarang dalam masyratakat yang perlu diperhatikan.
Akhirnya ceritra ini ditutup dengan kejujuran sidang anggauta dewan yang tidak sanggup melihat hal yang munafik dalam pergaulan politik dan tingkat elit penguasnya. Akhirnya ia mohon berhenti dan mengambil sebatang asep dan canang memuja di sanggah kembali memohon perlindungan Hyang Dewata agar ia beri petunjuk menjadi insan yang berguna dan takwa terhadap Tuhan yang maha Esa.
Judul : Galang Bulan
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 52 halaman.
Ilustrasi : Gst Pt Bawa Samar G.
Nyoman Wartana BA
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2002
1.
Buku ini berisi 5 drama anak-anak (Galang Bulan, Matungka, Lelakut, Jaran mapang, Enggung ngarang Capung)
Galang Bulan, adalah macam macam permainan anak-anak di malam hari saat bulan purnama. Dari matambak-tambakan, makering-keringan , majaksa-jaksaan dan main jaran-jaranan. maksudnya ini adalah kegirangan anak dalam masa kecilnya. Semua drama ini iramanya mulai dengan kegembiraan, kemudian emosi sampai akhirnya ada sedikit perkelahian tapi dilerai dengan nasehat (pesan pendidikan anak). Ini adalah catatan tempo dulu yang sekarang jarang sekali dimainkan. Jika diaminkan paling maksimum akan mengambil waktu empat puluh menit pementasan. (durasi bisa dikembangkan sesuai dengan improvisasui sutradara dan pemain).
Matungka.
Drama ini biasanya dimainkan di tepi sawah saat anak-anak pengembala ini berisitirahat. Mereka bermain matungka (panco), Drama ini juga tetap berwarna karakteristik drama ada saat memuncak yang kemudian menurun, Naskah ini tetap berpesan kepada anak-anak untuk saling menghargai satu sama lainnya dan hidup rukun.
Lelakut
Drama ini dimainkan malam hari di saat bulan terang apalagi bulan purnama. Dengan tetap menonjolkan permainan anak-anak, Di Bali banyak sekali ada permainan anak-anak yang dicetuskan sesuai dengan tempat dan kondisinya. Anak-anak main mekering-kringan dan di saat itu di tempat gelap anak-anak itu menjerit karena ada hantu. Yang tidak lain adalah lelakut semacam orang-orangan untuk menakut-nakuti burung di sawah. Pesan drama ini adalah anak itu supaya perduli lingkungan memperhatikan apa yang ada disekiarnya ayahnya membuat lelakut sampai ia tidak tahu juga mengandung unsur pendidikan supaya anak itu mandiri jangan takut oleh ilusi, Ketakutan itu pada diri sendiri dan hanya diri sendirilah yang mampu menghilangkan ketakutan itu. Durasinya juga tidak lebih dari empat puluh menit bisa panjang kalau dipadukan dengan nyanyian sesuai dengan kreativitas sutradaranya.
Jaran mapang dan enggung ngarang capung.
Adalah bentuk permainan anak-anak di Bali yang banyak sekali macam dipadukan dengan gerak tari dan nyanyian di perkuat dengan unsur drama sehingga dihasilkan suatu untaian pementasan yang mengandung sarat pesan.
Judul : Dukana Pujangga
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 50 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2002


1.
Dukana pujangga adalah buku drama saya yang menceritrakan tentang kisah sedih Empu Sedah ketika menulis Mahaberata. Ia tersiksa ketika raja Jayabaya mengambil kekasihnya dijadikan permaesuri.
2. Lenggang kencana tidak dapat berbuat apa-apa karena raja Jayabaya adalah raja yang amat berkuasa siapaun tidak dapat melawannya.
3. Kemudian Lenggang Kencana diajak ke keraton.dijadikan selior oleh Raja Jayabaya
4. Raja Jayabaya ingin mememjuikan sastra Jawa dengan menterjemahkan karya satra Hindu ke dalam bahasa Jawa kuno. Lalu Empu Sedah disuruh menterjemahkan wiracarita Mahaberata. Ketika ai akan menhiswahkan kesetian satiawati ia mohon agar Lenggang kencana bisa diajak unutk menuntun inspirasinya.
5. Raja jayabaya memperkenankannya tapi lama kelamaan cinta lama tumbuh dan kepergok oleh Raja jayabaya . ketika keduanya akn dihukum pancuing di alun-alunh metreka lebih memilihbunuh diribersama. Cerita iotu kemudian dilanjutkan oleh Empi Panulu. Raja Jayabaya kagum akan ketuluisan cinta mereka.



Judul : Jantra Tirta Yatra
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 103 halaman.
Dsg.Cover : I
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun :1998 dan kedua 2001



1.
Buku ini kumpulan catatan perjalanan saya sembahyang ke pura-pura di seluruh pulau Bali, Nusa Penida, Lombok dan pulau Jawa.maksud saya menulis buku kecil ini adalah sebagai dharma bakti saya pada warga seumat agar mereka sedikit tidaknya dapat mengetahui letak, sejarah dan keadaan pura tersebut. Buku ini sekedar memberi informasi kecil tentang pura yang akan dituju
2.
Disamping itu tulisan saya ini bermaksud menggugah umat untuk gairah melakukan persembahyangan saat hari yang baik misalnya pada saat bulan purnama atau tilem . Kebiasaan semacam ini sebagi suatu perbuatan untuk selalu mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam buku ini saya juga sisipkan bait-bait trisandya dan warga sari dengan harapan hal ini bisa menunjang kegiatan mereka..

Judul : Puputan Badung
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 36 halaman.
Ilustrasi :
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2000

1.
Buku ini saya tulis diilhami ketika saya masih menjadi Kepala Sekolah di SMU Negeri Sukawati. Kami mempunyai sanggar yang sering mentas di TV RI Sta Denpasar. Menjelang Hari Puputan badung saya berkesempatan mengisi acara dan saya isi dengan dramatisasi puisi yang berjudul Puputan badung. Mempelajari sejarah Puputan badung kemudian saya menulis puisi yang dipadukan dengan gerak. Buku ini memuat dua belas sajak dalam bahasa Indonesia dan tiga belas sajak dalam bahasa Bali. Isinya kronolis mulai dari peristiwa Sanur (tawan karang) sampai runtuhnya dan puputan Raja badung.
2.
Puisi ini ditulis dalm bahasa Indonesia maksudnya untuk disiarkan secara nasional. Dulu semasa TV RI masih monopoli tanpa ada satupun pemancar TV swasta acara nasional ada yang diisi oleh Sta Tv daerah.
3.
Namun kemudian saya lebih suka dengan penulisan puisinya versi bahasa Bali Modern sehingga dalam pengembangan apresiatifnya dan improvisasinya setiap kami latihan (karena puisi ini juga pernah dipentaskan di Balai Budaya Gianyar) sehingga ada yang ditambah satu judul yaitu (Anak lingsir ngaturang canang). Maksud saya gending dari Puputan Badung, walaupun raja dan semua wadwanya gugur puputan namun semangat perjuangan puputan itu tidak akan pernah lenyap dari bumi badung. Seorang tua yang mendoakan ini kehadapan Hyang Widhi meyakini benar bahwa semangat puputan Badung adalah perjuangan heroik membela kebenaran dan harga diri seperti bagian dari bait puisi anak lingsir ngatutrang canang. Sampunang pegat-pegat méla patut tur égar nganggar Magering Badung aji keris tombak lan kawiréng setata Siapa manusa corah sing neglah genah Di tanah Badung
Pondok tebawutu -99
Judul : Saat Terkahir
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 52 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2002


(----
Kami mati muda yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan
arti 4-5 ribu nyawa---)
Kerawang Bekasi-Chairi Anwar


Drama ini saya tulis sebagai kenangan saya kepada para pejuang kemerdekaan di daerah saya khususnya di bumi Indonesia tercinta ini. Drama ini saya tulis untuk mengenang jasa-jasa mereka yang begitu masih muda usia tetapi semangat juangnya membara rela mengorbankan jiwa raga mereka untuk mempertahankan kemerdekaan bangsanya dan inilah yang diwariskan kepada kita. Kita wajib melanjutkan perjuangan ini untuk mewujudkan cita-cita mereka sesuai dengan dharma kita masing-masing. Judul Ceritra :”Surat Terakhir” T e m a : Pemuda yang mempunyai wawasan kebangsaan tekad berkorban jiwa dan raga untuk kemerdekaan bangsa dan negara.

RINGKASAN CERITRA :
Sebagai seorang pemuda yang terbakar semangatnya melawan siapa saja yang menginjak-nginjak kemerdekaan bangsanya ( Wayan Dira ). yang bersekolah di Yogyakarta pulang ke Bali menghimpun pemuda-pemuda Lodtungkang dalam wadah PRI ( Pemuda Republik Indonesia) tergabung dalam pasukan Ciung Wenara melawan Belanda dan antek-anteknya ( Koyogan dan kawan-kawan). Dengan persenjataan yang sederhana ia dan kawan-kawannya menggebrak Belanda dan pada suatu hari dalam suatu penggrebegan ia dan kawan-kawannya gugur. Ia dieksekusi namun jiwanya tak pernah menyerah untuk menegakkan kemerdekaan. Ia korbankan segalanya, orang tuanya dan kekasihnya yang dengan setia mengikuti jejaknya melanjutkan perjuangan ini. Tekadnya satu mati seribu tumbuh melanjutkan perjuangannya. Semerbak harum bunga perjuangannya merambati hati bangsanya untuk melawan penjajah. Bersama teman-temanya (MADE SARA dkk) , kekasihnya (Luh Sarni ) orang tuanya, bunga-bunga perjuangan berguguran jatuh menebari bumi persada Indonesia namun harum semerbaknya merambati udara Indonesia untuk tetap menuju cita-cita abadi INDONESIA DAMAI DAN SEJAHTERA.
PARA PELAKU ;
1. WAYAN DIRA : Pemuda perjuangan umur 20 tahun
2. PAK DIRA : umur 50 tahun
3. BU DIRA : umur 46 tahun
4. MADE SARA : pemuda perjuangan umur 20 tahun
5. BANTAR : Pemuda perjuangan umur 19 tahun
6. SADRA : pemuda perjuangan umur 20 tahun
7. YANG LAIN-LAIN :Pemuda perjuangan rata -rata berumur sekitar 20 tahun
8. KETUT TAMA : Pemimpin perjuangan umur 32 tahun
9. LUH SARNI : kekasih Wayan Dira umur 19 tahun
10. LUH SARI : teman Luh Sarni umur 18 tahun
11. KOYOGAN : Pemuda pengkhianat umur 21 tahun
12.ANTEK-ANTEK KOYOGAN: umur berkisar sebaya dengan Koyogan 20 tahun.
13.KOMANDAN TENTARA BELANDA DAN ANAK TIGA BUAHNYA: umurnya berkisar antara dua puluh dan tiga puluh tahun.
LOKASI : Daerah Perjuangan Bali tahun 1946.
Drama ini termasuk drama sepuluh terpilih lomba penulisan naskah drama dalam rangka mensukseskan Peringatan Hatri Pers Nasional ke 9 dan Hut PWI th 1993 di Bali.
Judul : Tirani dan Benteng
Pengarang : Nyoman Manda - alih Bahasa
Tebal : 137 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2002

1.
Puisi yang dikarang oleh Taufik Ismail menarik perhatian saya karena menggarap tema kecemasan, kesangsian, kebebasan, harapan, angan-angan, cita-cita dan tekad. dalam penggarapan tema disana-sini akan teisirat angka termometer emosi zaman dan barometer politik di negeri ini. Puisi ditulis karena gejolak perjuangannya melihat keadan negeri ini yang serba penuh dan kemunafikan perlu melawan tirani yang sedang berkuasa dan membentengi diri dengan keyakinan pasti bahwa kebenaran jua yang akan menang. Perjuangan menegakkan kebenaran adalah suci dan Taufik Ismail memilih berjuang menumbangkan orde lama dengan puisi seperti apa yang dikatakannya ;

2.Pepatah Cina klasik mengatakan bahwa “ satu gambar sama dngan 1000kata” pepatah(karangan ) saya mengatakan bahwa “1 puisi bisa menyodorkan 1000 imajinasi’ Visualisai demontrasi 1966 dan puisi saya saling memperkaya . Foto itu tidak harus menerang jelaskan puisi di sebelahnya, dan puisi itu bukanlah pula bertugas sebagai teks gambar tersebut Masing-masing berdiri sendiri, tapi tolong dengarkan mereka bercakap bersahut-sahutan, mungkin lirih dan mungkin gemuruh. Mereka sama-sama berteriak memanggil atau barangkali berduet menyanyi,. Mereka memang lahir pada masa yang bersamaandan menyaksikan zaman itu.
3.
Puisi ini saya terjemahkan disampaing karena tertarik akan isi dan visinya juga sebagai suatu gambaran dan dorongan saya untuk memnulis. Menterjemahkan karya ini kedalam bahasa Bali modern disamping memang untuk membuktikan bahwa bahasa Bali sanggup mengangkat keindahan d segala cara dan situiasinya juga sebagai cemeti bagi saya pribadi untuk menempa dan menambah wawasan penulisan di sastra Bali modern.




Judul : Perani Kanti
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 52 halaman.
Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2002

Buku ini saya susun bukan saya karang dari proses dedikasi pada sastra Bali Modern. Sebab buku ini merupakan kumpulan karya pengarang Bali terwakilkan dari seluruh Bali yang telah menuliskan pusinya di majalah Canag Sari majalah sutresna akan sastra dan budaya Bali yang saya asuh bersam Made Sanggra.
Pemilihan puisi ini berasarkan atas hasil karya yang dicipta oleh pengarangnya dari sudut pandang yang sangat berbeda membuktikan bahwa kedewasaan sastra Bali modern dalam mewujdukan suatu karya sangat bisa dilakukan.
Buku ini juga bermaksud untuk merangsang para penulis-penulis satra Bali modrn untuk lebih kreatif mencipyakan hasil karya sastranya.
Masalah penulisan yang sering ada ialah ketiadaan media dengan adanya kunmpualn semacam ini bisa diharapakan akan dilajutkan oleh pihak lain di dalm usaha mengembangkan dan membina keberadaan sastra Bali Modern yang kini agak sudah mulai berkembang semenjak Yayasan Rancage berkenan memberikan hadiah sastra pada sastra Bali Modern.
Judul : Suung Luung
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 56 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2004

1.
Buku ini merupakan kumpulan puisi yang saya tulis dari periode tahun 2002 - 2003. Dan saya terbitkan 14 April 2003 setebal 56 halaman dengan kulit depan repro dari suasana sepi di pantai akan menjelang pulau Nusa Penida kebiasaan saya setiap bulan purnama sembahyang ke pura-pura di Bali, Nusa, Lombok atau di Jawa dengan rombongan saya. Dua puisi pada bagian akhir kumpulan ini saya tutup dengan pengalaman saya sembahyang ke pura-pura di Bali (bertirtayatra).
2.
Pengalaman dan ilham tulisan saya di kumpulan puisi ini lebih banyak didominasi oleh pengalaman dan penghayatan saya pada situasi jaman sekarang ini, tentang Bali yang telah banyak kehilangan keramahan alamnya, tentang penghuni Bali yang telah banyak dirampas keindahan alamnya disamping moral manusia yang telah menjauh dari kemurnian ajaran agama kita.

3.
Saya menulis puisi ini adalah protes kata hati saya namun akhirnya saya menemukan kedamaian di kesunyian alam ini yang penuh menyimpan keindahan dan kebajikan dan salah satu hak manusia adalah memiliki keindahan dan kedamaian hidup di alam ini terutama Bali yang saya cintai.
Judul buku : Demo
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 64 halaman
Design cover : Ikomang Juliasmara
Ilustrator : Wayan Sada
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : Tahun 2004 (revisi tahun 2003).
1.
Buku kumpulan drama ini mulanya diterbitkan tahun 2003. Namun karena ada kesalahan-kesalahan lalu dicetak ulang kembali pada bulan April 2004. Buku ini berisi kumpulan drama dwi bahasa yaitu Bahasa Bali Modern dan bahasa Indonesia. Sebanyak delapan naskah (Tedun/turun, Demo/demo. Pasisi/pantai, I Cubling/I Cubling, Ngulah kedis/Hoo…hee, Ogoh-ogoh/Ogoh-ogoh, Sing ada apa de/Songkosong, Gaak/Giik).
2.
Saya menulis drama ini pertama karena diilhami oleh sedikitnya adanya penulisan naskah drama demikian pula tidak semaraknya pementasan yang bisa menjangkau semua kabupaten di Bali. Dulu pernah ada pementasan keliling oleh semua kabupaten (Drama - masan cengkehé nedeng mabunga). Namun kegiatan itu sekarang jarang sekali saya ingin menyumbangkan naskah kiranya ada manfaatnya dalam perkembangan drama utamanya dalam sastra Bali modern.
3.
Drama tedun saya tulis diilhami ketika saya sembahyang di Tirta Suci Widodaren Tengger Broma. Seorang tapakan kerauhan yang wacananya prihatin dengan keadaan seperti sekarang ini yang mengarah pada kesemerawutan dan kekacauan. Semuanya memohon kiranya Hyang Widhi turun mengantisipasi hal ini.
4.
Drama lainnya dalam nomor ini ialah kritik sosial saya pada keadaan sekarang ini orang banyak korupsi, orang banyak demo memprotes keadan yang tidak adil, orang banyak omong kosong tapi tidak ada faedahnya dan orang yang hanya menunjukkan kekauasaan tapi tidak satupun untuk kepentingan masyarakat malah lebih banyak untuk kepentingan pribadinya.
5.
Drama ini saya persiapkan untuk pentas dengan durasi pendek maksudnya untuk mudah menyelesaikan drama ini dalam waktu singkat sehingga yang dipentingkan dulu adalah kecintaan pada seni pentas bukan semata-mata pada isi yang dimaksudkan.
6.
Dan terakhir malah saya mengharapkan mungkinkah dalam pesta seni di Bali juga dilombakan seni drama modern sebab kalau kita lihat dalam kiprah pesta seni sekarang ini presentase perhatian pada perkembangan drama modern dalam arti yang menjangkau semua kabupaten jarang sekali ada.
Judul : Mamedi
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 64 halaman.
Ilustrasi : Gst Pt Bawa Samar G
Repro Tabloid Lintang
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : Maret 2004

1.
Buku ini adalah kumpulan cernak saya yang dimuat dalam Tabloid Lintang Bali Post. Saya menulis buku ini karena saya ingin menggambarkan keadaan alam pedesaan Bali dan kehidupan anak Bali pada jaman dulu dimana dunia anak-anak masih bernuansa penuh dengan kebalian. Berbeda dengan dunia anak-anak sekarang yang lebih banyak sudah terpengaruh apa yang ditayangkan TV sehingga mereka tidak tahu apa yang ada pada kultur kita. Mereka tidak tahu Gatot Kaca Kebo Iwa, Sangkuriang tapi lebih kental dengan Duramon, Satria baja Hitam dsbnya.
2.
Saya juga ingin mengembangkan atau menggambarkan permainan anak-anak di Bali seperti makering-keringan matambak-tambakan waktu malam bulan purnama dan juga kegiatan anak-anak pada waktu hari raya Galungan mereka melihat barong ngelawang dan ada yang menarik yaitu maukin barong bangkal. Ini kehidupan anak Bali pada jaman dulu. Dan juga kehiduipan anak petani.
Judul buku : Tiang
Pengarang : Nyoman Manda
Design cover : I Komang Juliasmara
Tebal : 52 halaman.
Ilustrasi : Gbr. Perceptions of..
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
NO : 41/Januari 2004


1.
Buku kumpulan puisi yang tahun 1998 sudah pernah dicetak stensilan kini dicetak dirampingkan yang berisi 37 puisi mengambil gambar kulit dari buku lukisan Museum Neka yang ditulis oleh Garret Kam penulis dan kurator puisi dari Musium Neka. Kulit buku berisi suasana odalan di pura yang pada halaman belakang di revert dengan puisi berjudul –Nunas Sica– puisi pendek dengan 7 baris yang ditulis pada des/1995. Puisi ini ditulis dengan perampingan penulisan dari Januari – Desember 1995.

2.
Kumpulan ini ditulis dengan maksud untuk menceritrakan kehidupan penulis yang lahir di Banjar Pasdalem Gianyar pada tgl 14 April 1939 (oton Bli buin kutus Buda kliwon matal). Riwayat hidup yang ditulis dengan susunan kata-kata yang sepenuhnya naratif namun berkeyakinan kata-kata itu sendiri mempunyai kekuatan nuansa yang estetis.(halaman 2-8) Maksud penulis jika orang membaca puisi ini orang akan tahu keadaan kota Gianyar pada awal tahun empat puluhan bagaimana keadaan letak lingkungan dan tata bangunan kota Gianyar(puisi halaman 11-25)

3.
Puisi ini menceritrakan pengalaman penulis waktu masih kecil. Masa kanak-kanak dengan nuansa alam Bali yang masih kental lingkungan ke Baliannya ( Cikar, ngangon meri, mandus malumbar, kantor baru, tangsi serdadu, kesaman) adalah kenangan manis penulis waktu kecil

4.
Selebihnya puisi ini menceritrakan tentang penjajahan jaman Jepang. Dari kedatang Jepang, mulai masa kejayaan penjajah sampai dekade kehancurannya
(puisi yang berjudul ,, kupu-kupu kuning”).Puisi ini disela kejengkelan orang Bali karena tidak mampu melawan penjajah yang sangat kejam itu.Tapi orang Bali hanya menyerahkan pada Tuhan yang maha Kuasa untuk menghukum manusia jahat yang tidak bermoral dengan jalan memohon selalu dengan mencakupkan tangan memuja Hyang Widhi.(puisi Nunas Sica). Kumpulan puisi ini diakhiri dengan puisi “Indonesia Merdeka” karena ingin melanjutkan dengan perampingan bag ke 2 saat pemuda Indonesia mempertahankan kemerdekaannya.
Judul : Yén
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 56 halaman.
Dsg.Cover : I Komang Juliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2004


1.
Ini adalah kumpulan puisi saya yang terbaru(april 2004) tebalnya 56 halaman. Berbeda dengan kumpulan puisi saya BEH. Kalau dalam kumpulan puisi Beh saya seperti memberikan evaluasi atas tindakan manusia/pemimpin yang hanya mementingkan diri sendiri atau golongan atau keyakinan tapi dalam puisi saya YEN saya berangan-angan memberikan suatu kepastian bahwa sebenarnya beginilah seharusya manusia hidup didunia ini. Tentu ini secuil pemikiran saya atas apa yang saya lihat

Yén
Tuah sesawangan
Niman bulan
Ngurit langit
Mandus andus
Masuah lemah
Maanteng peteng
Ngelut angin
Katungkulan.

Pondok tebawutu 1104
Judul : Alikan gumi
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 52 halaman.
Dsg.Cover : I KomanJuliasmara
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2004



Alikan gumi adalah kumpulan cerpen saya yang terbaru terbit Maret 2004. Buku ini tebalnya 52 halaman berisi cerpen 1) Undangan 2) Bui Liang. 3) Sesambang Galang di villa Sanggingan Ubud. 4) Ngremeng Maklieng. 5) Malukat ka Slukat. 6) Alikan Gumi yang saya pakai sebagi judul kumpulan cerpen ini.
Saya menulis cerpen ini sebagai kumpuilan catatan perjalanan hidup saya di usia senja ini dan juga rekaman apa yang sedang saya alami dan saya lihat serta saya perhatikan lalu saya angkat kedalam cerpen.
Yang menarik saya adalah gejolak masyarakat yang sedang menghadapi pesta demokrasi ini. Peristiwa ini saya angkat dalam Alikan Gumi.
Sampai sekarang saya masih mencari pendewasaan dalam menulis karya sastra.
Menulis cerpen memerlukan pengalaman dan kesungguhan untuk emngangkatnya ke dalam untaian ceiotra tidak sekedar diselesaikan namun ada factor-faktor yang perlu diperhitungakan untuk diletakkan sebagai hal yang diutamakan dalam penceritaan.




Judul : Dibawah Lindungan Kaabah
Pengarang : Hamka
Penterjemah : Nyoman Manda
Tebal :
Penerbit : Pondok Tebawutu
Gianyar
Tahun : 2004

1.Pengarang ini menarik hati saya karena gaya penulisannya yang sangat mendasar pada agama dan sarat muat pada kultur daerah yang mampu menggambarkan bagaimana indahnya alam Indonesia ini .
2.Pergulatan tokoh dengan pribadi-pribadi yang lain sangat kuat dipaparkan oleh pengarangnya sehingga terus memikat untuk dibaca sampai akhir dan tidak terasa kita tenggelam dalm alunan imajinasi pengarangnya. Gejolak jiwa dan cinta Hamid dan Zaenab memberikan kesan mendalam pada klehidupan cinta manusia. Bahwa cinta bisa menimbulkan apa dan terunghkap diatas segalanya.
3.Dengan menggunakn Bahasa Bali yang berusaha mengungkap latar belakang keagamaan yang bisa dan biasa kita ungkapkan. Disinilah saya teruji untuk menggunakan bahasa Bali dalam kaitannya dengan kultur dan agama lain. Tapi kesukaran ini saya anggap seni dalam penulisan Sastra Bali Modern.

Judul : Sepeda Baru
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 36 halaman.
Design cover : Komang Juliasmara:
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2005

Buku ini adalah kumpulan ceritra anak-anak saya dalam Bahasa Indonesia yang telah dimat di tabloid Lintang Bali Post. Ceritra anak-anak ini berusaha menggambarkan kehiduapn anakdesa dengans egala ragam khasanah lingkungannya sehingga bisa tergambar bagaimana suasana Bali dalam kehidupana anak-anak.

Judul : Laraning Carita Ring Kuta
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 56 halaman
Design cover : Komang Juliasmara
Iilustrasi : repro gambar
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2004


Judul : DUKA KITA DI KUTA
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 112 halaman
Design cover : Komang Juliasmara
Iilustrasi : repro gambar
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2004



Judul : OUR SORROW IN KUTA
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 76 halaman
Design cover : Komang Juliasmara
Iilustrasi : repro gambar
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2005

Cerpen ini saya tulis setelah amat tersentuh dengan peristiwa Bom Bali yang terjadi tanggal 12 Oktober 2002 di depan Sari Club dan Pady’s Café di Jalan Legian Kuta. Sentuhan ini datang dari tayangan TV, berita koran dan terakhir kunjungan saya kesana, tayangan TV baik berupa wawancara dengan keluarga korban dan berita sedih dari keluarga yang kena musibah menyebabkan saya sepontan menulisnya dalam bentuk cerpen,.
Pertama dalam ,,Sopir taxi” kekhawatiran tamu tentang bom itu dan image terhadap Bali namun dalam kesempatan pendek ini saya ingin juga ketengahkan ada kejujuran orang Bali lewat sopir taxi yang keberuntungan dalam bayaran lebih dari tamu yang ketakutan tapi besoknya sudah diimpaskan pada tamu yang tersegas-gesa pulang. Ia lari meninggalkan tamu tanpa meminta bayaran dan ini meninggalkan kesan pada tamu itu bahwa dalam kekalutan dan ketakutan ada orang Bali yang membantunya tanpa dipungut bayaran. Buku yang berisi kumpulan cerpen Sopir taxi, Jeg maklepet mati, Sumpanganga bunga jepun akatih , Angkot Tua, Mlali ka Kuta, Dadi beli sing niman tiang, Pupus hangus tresnané lanus, Ngamigmig, Rélawan, Wawancara dan Penjor. saya akhiri dengan ceritra Pernjor karena bagi kita Umat Hindu bagaimana dan dalam keadaan apapun cobaan yang dihadapi hanya kepada Hyang Widhi Wasa tempat kita memanjatkan doa agar kita terselamatkan dari mara bahaya yang lebih besar.( cerpen-cerpen ini tidak saya terperinci lagi karena keterbatasan halaman).
Kumpulan ceritra ini menjadi tiga edisi, saya terjemahkan kedalam edisi Bahasa Indonesia dan edisi bahasa Inggris karena adanya perhatian dari beberapa pengamat sastra daerah dari pihak luar.


Judul : Pongah
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 50 halaman
Design cover : Komang Juliasmara
Iilustrasi : repro gambar
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2005
Dan kumpulan cerpen terakhir saya yang terbit tahun 2005 adalah “Pongah” kumpulan cerpen yang lahir karena sentuhan pesta Politik pemilu . Semua peristiwa yang kelihatan nyata ke permukaan dan tersendat pada keterbatasan enggan bicara, mencuat dalam imajinasi saya untuk merekam peristiwa politik dengan segala kolaborasi permainan politik yang dimainkan dan warna global tanggapan masyarakat terhadap demokrasi dan lakon pemimpin kita dengan dialog pongahnya kepada kita sekalian yang menjadi penonton yang tidak bergiming karena kasihan pada diri menghindari akibat terlibat dari lakon semaunya. dan melihat jagat yang melarat ini. Kumpulan ceritra ini hanya rekaman yang tidak punya pilihan melepaskan gugatan keperihatinan.


Judul : Nyongkok di Bucu
Kumpulan puisi
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 50 halaman
Design cover : Komang Juliasmara
Iilustrasi : repro gambar
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2005

Ini adalah kumpulan puisi saya sebagai catatan an tanggapan pemikian saya pada peristiwa tahun 2005 dan terkahir yang menyentuh saya adalah peristiwa tsunami di Aceh. Protes saya pada situasi negara kia dan duka saya yang mendalam pada peristiwa bencana di Aceh.
Saya menulis puisi atas perasaan yang menyentuh hati saya dan sedari selalu kita alami saat rakyat kita tertimpa musibah dan begitu banyak bantuan yang mengalir tapi tidak sepenuhnya bantuan itu sampai pada yang patut menrima tapi tega-teganya mereka mengambil sebagaian untuk kepntingannya sendiri. Dan disini pula saya luiskan betapa agungya kekuatan Yang maha Kuasa dan apa saja bisa terjadi kalau Tuhan sudah mengehndaki. Ada anak kecil yang terapung-apung di sebuah kasur dan selamat ada orang yang tersangkut di pohon dan akhirnay juga selamat. Dan puisi-puisi saya ini menggambarkan betapa hebatnya bencana yang harus kita terima dan ini adalah bagia dari Takdir.
Judul : Kirana
(kumpulan drama anak-anak)
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 72 halaman
Design cover : Komang Juliasmara
ilustrasi : repro lukisan Hatta-Hambali
Penerbit: Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2005
Terilhami dengan ceritra tradisional yang sangat terkenal Bawang Kesuna yang kemudian saya olah tambah menjadi drama anak-anak yang bisa dipentaskan di panggung dan drama TV berdurasi satu jam. Ceritra ini seperti misi ceritra tradisi adalah mengandung pesan untuk selalu berbuat baik yang kita ketengahkan dalam kehidupan kita.
Pada drama ini saya berusaha mengangkat permainan anak-anak sehingga anak-anak kita tidak lupa akan akar budayanya. Juga saya mengangkat bahwa dalam kehidupan masyarakat Bali masih ada kepercayaan akan ada mahluk jadian-jadian yang mengganggu ketentraman orang. Dalam drama ini saya tekankan supaya anak-anak berusaha selalu berbuat baik menolong orang lain, ringan tangan dan juga selalu ingat pada Tuhan Yang Maha Esa. Jika kita berbuat baik pasti akan ada yang menolong kita dan orang yang berbuat tidak baik akan menrima pahala dari karma yang dibuatnya. Orang jahat pasti akan mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.


Judul buku : Tirta yatra ke India
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 72 halaman
Design cover :
ilustrasi : foto dokumentasi
Penerbit : Pondok Tebawutu
Tahun : 2005



Buku ini saya tulis sebagai pengalaman saya melakukan tirta yatra ke India pada tanggal 13 September 2005. Ceritra ini berawal dari persahabatan saya dengan I Nyoman Mando Direktur Bank Penebel Ubung Tabanan ( nama sama hanya beliau pakai o) yang mengajak saya sembahyang ke India utamanya melukat ke sungai Gangga.
Kami pertama melakukan tirta yatra ke Bangkok, melihat peninggalan kerajaan dan patung Budha . Setelah itu kami berangkat ke Puttaparti di India selatan berkunjung ke tempat desa internasional dan modern Sai Baba.
Setelah itu kami berkunjung ke Delhi, Sungai Gangga, Mathura tempat lahirnya Kresna, kemduian mandi di Sungai Gangga, mengunjungi beberapa tempat suci di Hardwar, Resikes (Empu Kanwa), kemudian ke Kuruksetra tempat peninggalan perang Baratayudha setelah itu Indraprasta.
Judul :: Niti Titi Puttaparti
(kumpulan puisi)
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 52 halaman
Design cover : --
Ilustrasi : dokumentasi
Penerbit : Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun : 2005


Buku saya ini sepenuhnya pengalaman saya berkunjung
Ke Puttaparti, tempat asram Sai Baba yang sangat terkenal. Banyak hal yang aneh yang saya lihat dan keyakinan saya siapa Sai Baba . Setelah saya melihat langsung darsan dan bajan serta asram yang luas dan sangat multi modern pada suasana pedesaan India yang masih sunyi dan ketika saya melihat Museumnya akhirnya tersentuh hati saya menulis puluhan puisi yang semuanya menggambar keagungan dan kebesaran Sai Baba menurut pengamatan dan keyakinan saya,
Sai Baba yang mengajak umat beragama dis eluruh dunia bersatau dan makin mendalamkan keyakian dengan cara yang terbaik apa yang dapat dilakukan disini saya melihat orang harus makin yakin pada lkeyakiann agamnya dengan cara berbuat menurut cara yang bisa mengantarkan makin khusuknya kita menghadap tuhan yang kita yakini .

Judul buku : Dewi Sakuntala
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 52 halaman
Design cover : --
Ilustrasi : dokumentasi
Penerbit : Pondok Tebawutu
Tahun : 2005






Ketika saya melakukan tirta yatra ke India pada pertengahan bulan September 2005 saya sempat mengunjungi sebauh pertapaan bekas pasraman Empu Kanwa pengarang yang terkenal itu. Saya teringat dengan epos Mahaberata dan percintaan raja duswanta dan putri pungut Empu Kanwa yang bernama Sakuntala.
Akhirnya saya rangkum sebuah ceritra drama yang berjudul Sakuntala
Tempat sejati dimana Empu Kanwa dan Sakuntala pernah ada menurut penuturan yang saya terima dan ilham ini ,makin memantapkan diri saya menulis drama Sakuntala ini
Saya susun drama ini sesuai dengan drama tradisi Bali. Drama ini bisa duibuat seperti drama panggung dengan diiringi tetabuhan suling atau gong. Penakwan atau pengiring kerajaan bisa beimprovisasi sesuai dengan drama tradisi Bali. Jika dilakukan sebagai lakon drama gong rasanya tidak menemui kesulitan karena lakon ini saya susun berdasarkan pengamatan saya pada drama tradisi bali.

Judul buku : Satua Nyongkk Denpasar-Bangkok
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal : 64 halaman
Ilustrasi : dokumentasi
Penerbit : Pondok Tebawutu
Tahun : 2005





Imajinasi saya menulis kumpulan cerpen ini adalah saat saya dalam penerbangan Denpasar Bangkok yang ditempuh dalam waktu lima jam.
Didalam pesawat dalam leretan tempat duduk saya bertemu dengan seorang TKW yang akan bekerja di Bangkok dan sudah pernah bekerja di Malesia. Dari pertemuan ini lahir ceritra Baiq Salimah( saya sendiri pernah bekerja di Selong Lombok Timur dan ceritra TKW yang berasal dari Pancor Lombok Timur menimbulkan ilham saya menulis tentang nasib perempuan di Lombok dimana sering terjadi kawin cerai dan poligami.
Juga saya bertemu dengan seorang pelaku pariwisata yang akan mengadakan pameran lukisan di Bangkok sehingga timbul ide saya menulis ceritra tentang dampak pariwisata pada kehidupan masyarakat Bali.

Judul buku : Cingkreman Pesamuan
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal buku : 64 halaman
Ilustrasi : dokumentasi
Penerbit : Pondok Tebawutu
Tahun : Januari 2007




Buku ini merupakan kumpulan puisi saya ketika sedang menghadiri pertemuan seniman di Art Centre Denpasar , pesamuan alit Pengawi Sastra Bali 2-3 Juni 2006. Saya awali dengan lambang PKB –Siwa Nataraja-kemudian maksud pertemuan ini, kekaguman saya akan komplek Taman Budaya ini yang dirasakan besar manfaatnya untuk perkembangan seni budaya di Bali.Pertama saya haturkan puisi untuk almarhum Prof Dr Ida Bagus Mantra penggagas ide PKB dan taman Budaya ini sehingga sekarang sangat berdampak pada perekembangan seni budaya dan sosial kehidupan masyarakat Bali.
Akhrnya berturut-turut saya membuat puisi untuk almarhum Prof DR I Gusti Ngurah Bagus dosen Faksas Udayana yang sangat berbuat banyak untuk perkembangan sastra dan budaya Bali. Kepala Dinas kebudayaan Bali Bp Drs Nyoman Nikanaya dan Kep Taman Budaya Drs Dewa Putu Berata M.Si. lalu bertuturt saya menyampaikan puisi buat seluruh senman sastr di bali yang mampu saya ingat dan Bp Satria Narada yang mendukung dan menyilahkan penerbitan untuk sastra Bali Modern (akhirnya terbit koran Bali Orti –sebuah reputasi jurnalistik bagi Bali Post)
Judul buku : Ajak ja beli Mlali
Pengarang : Nyoman Manda
Tebal buku : 70 halaman
Ilustrasi : dokumentasi
Penerbit : Pondok Tebawutu
Tahun : Januari 2007









Ketika saya mendapat titipan buku dari Bp Ajip Rosidi yang sangt kreatif menulis yang berjudul Pantun Anak Ayam saya padukan dengan kegiatan para pencita Radio Yudha, Genta, RRI Denpasar, radio Gelora Gianyar, yang begitu dan ceria menggunakanbegitu lincah menggunakan bahasa Bali dalam canda mereka sehingga saya terinspirasi seandainya pada mereka disodorkan buku pantun yang sering mereka melakukan kegiatan membuat pantun pada siaran interaktif on air. Akhirnya saya membuat sebuah cerpen yang saya susun dengan pantun,
Ceritra ini mengisahkan tentang percintaan seorang penyiar radio dengan seorang gadis desa di tepi danau Batur. Maksud saya juga menceritrakan tenatng keindahan danau Batur yang permai
Judul buku Swara Cakra
Kuruksetra Pengarang Nyoman Manda
Tebal buku 52 halaman
Ilustrasi Dokumentasi
Penerbit Pondok bawutu
Tahun Januari 2007






Selama hidup saya sampai menjelang usia senja ini dua buah buku yaitu Bhagawad Gita karangan Prof Dr Ida Bagus Mantra dan buku Saramuscaya yang diterjemahkan oleh Prof Dr Tjok Rai Sudarta selalu saya bawa dan taruh di meja kerja saya baik waktu saya masih bekerja dan sampai sekarang tetap menjadi sentuhan saya setiap hari. Terus terang saya akui saya tidak begitu mendalam isi keseluruhannya karena rangkumannya sudah menghuni hati saya –kita harus selalu berbuat baik kepada mahluk seisi alam ini –
Dan ilham ini begitu mencuat ketika saya sangat merasa bangga dapat langsung menginjak tanah tempat percakapan Arjuna dengan Kresna di Kuruksetra pada bulan September 2005 dan tempat terbaringnya Bhisma dengan ratusan panah ditubuhnya. Semua ini mencuat dalam kumpulan puisi saya –Swara Cakra i Kuru Ksetra- setebal 52 halaman.
Judul buku : Gending Pengalu. : Nyoman Manda
Tebal buku : 53 halaman
Ilustrasi : Komang Yoga
Penerbit : PondokTebawutu
Tahun : Januari 2007








Dalam hidup saya tercatat saya ikut terlibat dalam menciptakan lambang daerah kabupaten Gianyar ketika saya duduk sebagai anggauata DPRD Gianyar dari tahun 1966-1977)(sebagai Ketua Komisi C yang membiudangi sosial seni budaya).dengan motto yang saya konsultasikan dengan beberapa teman – dharma raksatah raksitah – jika kita bebruat benar kebenaran itu akan membela kita.
Kemudian saya menulis surat pembaca di Sk Bali Post suopaya ada HUT Gianyar sebagai kelanjutan lambang daerah yang begitu lama tertinggal. Akhirnya pendapat saya direspon Pemda Gianyar dan saya juga terlibat dalam pembicaraan da penggodogan HUT Gianyar ini yang jatuh pada tanggal 19 April 1771.Dan saya menulis novel sejarah Gianyar ini dengan judul”Gending Pengalu” setebal 115 halaman.
Judul buku Sang Nandaka
Pengarang Nym Manda
Tebal buku 53 halaman
Ilustrasi Komang Yoga
Penerbit Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun Januari 2007


Buku ini adalah kumpulan ceritra pendek tentang ceritra Tantri yang berisi Ceritra Prabu Eswarya Dala, Ni Diah Tantri, Bhagawan Dharmaswami, Sang Nandaka bertemu dengan anjing-anjing liar, Sang Nandaka direbut, Sepasang Kendang, Persahabatan sang Nandaka dan sang Singa Adiprabu, Burung bangau yang licik.
Ceritra ini saya tulis karena minimnya ada ceritra tradisional untuk anak-anak yang kini sebagian besar sudah menyenangi komik-komik/ceritra dari luar. Karenanya kitapun harus beruisaha menyediakn ceritra tradisonal unutk anak-anak. Ceritra ini saya tulis dari berbagai sumber utamanya ceritra Tantri yang ditulis oleh I Made Pasek terbitan Yayasan Dharma Sastra Denpasar dan dimuat bersambung selama hampir satu setengah tahun di Tabloid Paswara Pemda Gainyar.
Judul buku Nembangang Sayang
Pengarang Nym Manda
Tebal buku 120 halaman
Ilustrasi Komang Yoga
Penerbit Pondok Tebawutu Gianyar
Tahun Januari 2007

Buku ini adalah kisah remaja SMA yang saya untai dalam novel setebal seratus dua puluh halaman. Buku ini mengisahkan tentang cinta remaja SMA(nembangang sayang) yang berkutat dengan teman sekelasnya. Buku ini menceritrakan tentang situasi belajar di SMA dengan ramuan kasih sayang diantara para pelajar itu , mulai dari belajar di kelas, ekstrakurikuler dan kegiatan masa libur semester atau lbur panjang. Kisah cinta diantara para pelajar ini diangkat dalam situasi perkemahan ditepi danau Tamblingan.Dalam buku ini saya berusaha mengangkat pemikiran tentang pembinaan lingkunga hidup utamanya kelestarian alam.Disamping itu pula saya berusha mengangkat sejauh mana perhatian remaja kita pada lingklungan alam pulau Bali yang kini sedikit demi sedikit telah digerogoti ins vestor
Disamping itu pula saya mengangkat perkembangan pergaulan remaja kita dalam dunia yang sudah serba canggih ini .dan bahasa Bali yang sudah gaul.


Catatan kecil tentang
kehidupan I Nyoman Manda

Saya Nyoman Manda merupakan anak tertua dari pasangan I Wayan Dadi dan Ni Ketut Puri yang telah almarhum. Ayah saya berasal dari Br Pasdalem yang letaknya di sebelah tenggara Puri Agung Gianyar.
Leluhur saya tinggal disini. Kedua orang tua saya sudah meninggal. Kakek saya I Wayan Gejer almarhum adalah seorang juru basan Puri Agung Gianyar bersama Ida Bagus Putu Bek dari Banjar Teges Gianyar.
Saya adalah anak tertua dari lima bersaudara. Dua orang kakak saya Wayan dan Made meninggal waktu masih bayi dan adik saya Ketut Sada meninggal pada jaman Jepang kira-kira berusia empat tahun. Oleh karena itu saya disebut sanan empeg karena kakak dan adik saya meninggal . Untuk itu saya telah diupacarai untuk menolak baya dalam perjalanan hidup saya.
Kini adik saya dua orang laki-laki dan dua orang perempuan( Wayan Bila, Made Rosi, Nyoman Sujana dan Ketut Ari). Mereka ini semua sudah berkeluarga dan tinggal di Denpasar mempunyai rumah sendiri anak menantu/cucu.. Saya mempunyai seorang kakak tiri, seorang laki-laki bernama Made Kari yang tinggal di rumah pokok saya di Pasdalem sedangkan saya tinggal di luar rumah membangun rumah sendiri di banjar Teges Gianyar ( dengan alamat. Drs Nyoman Manda
D/A Pondok Tebawutu JLN MAJAPAHIT GANG G,AGUNG IV NO:6
BANJAR TEGES GIANYAR, TILP.( 0361—943120 -7429982
HP 081 558 188 729, Email Nyoman_manda@ telkom.net
KODE POS 80511

Saya lahir tanggal 14 April 1939 ( sebenarnya saya lahir buin kutus buda kliwon matal, dan saya membuat tanggal lahir berdasarkan perkiraan kalender sedangkan orang yang sebaya dengan saya hari lahirnya bersamaan dengan saya ia menyatakan lahir tahun 1938) bagi saya tidak masalah.

Masa kecil saya dibesarkan di Pasdalem. Rumah saya ditepi sawah (Panglan), pergusuran dari alun-alun sekarang ke banjar Pasdalem sekarang di Pangland. Karena rumah saya ditepi sawah jadi pergaukan saya dengan teman-teman sekampung banyak terjadi di sawah walaupn sebenarnya saya bukan anak petani, ayah saya seorang polisi sejak jaman Belanda (bekas prayoda )kemudian direkrut menjadi Polisi Indonesia).
Masa kecil saya tertuang dalam sebuah novel anak-anak berlatar belakang kehidupan anak petani ---I Kentung uling Lodtungkang – suasana sawah dan desa saya lukiskan berdasarkan ingatan saya pada masa kecil saya sampai saya masuk SD,
Sebagai manusia tentu saya pernah sakit tapi saya selalu mendambakan kesehatan, saya penggemar olahraga tenis, kemudian bulu tangkis dan terakhir kini saya selalu gerak jalan pada pukul lima sore pukul. Disamping itu saya selalu sembahyang mohon bimbingan Hyang Maha Kuasa dan selalu matirtayatra setiap bulan purnama dengan grup saya dan saya menulis buku Jjantrta Tirta Yatra-sampai tiga kali cetak-(sembahyang ke pura-pura di Bali. Lombok, Nus Penida dan Jawa) disamping tahun 2005 saya menulis buku Metirta yatra ke India
Saya tamat SD, di SD I Gianyar pada tahun 1952.Secara rinci juga riwayat hidup saya tulis dalam buku kumpulan puisi yang berjudul “Tiang”
Setelah tamat SD saya melanjutkan ke SMN (cikal bakal SMP Negeri I Gianyar). Pada waktu itu tidak ada SMP Negeri di Kota Gianyar dan saya bersekolah di SMP Nasional Gianyar dan di kelas tiga saya masuk bagaian A (bagian Bahasa). Saya tamat SMP lulus ujian Negeri tahun 1955. Pada waktu SMP sedikit sekali pengalaman saya yang dapat saya ceritrakan. Hanya pada SMP saya mulai getol membaca buku-buku bahasa /roman dan saya merupakan pelanggan Perpustakaan Teratai Banjar Teges sebuah perpustakaan yang ukuran waktu itu(1952-1955) itu sudah amat banyak bukunya. Pada saat itu saya sudah membaca buku-buku Balai Pustaka seperti Sukreni gadis Bali, Salah Asuhan , Tenggelamnya Kapal Van der Wiyck dan roman-roman kecil karangan Dunia Pujangga Medan.
Saya tamat SMP tahun 1955 dan saya masuk ke SMA Negeri satu-satunya SMA Negeri di Sunda Kecil yang sekarang menjadi Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.Saya sebenarnya kesulitan biaya karena ayah saya adalah seorang Polisi yang pangkatnya paling rendah. Pekerjaan ayah saya menjadi sopir Kepala Polisi. Syukur tahun 1956 ayah saya Wayan Dadi pindah ke Singaraja dan saya menjadi anak kolong tinggal di Asrama Polisii Kampung Tinggi Singaraja. Karena saya bersaudara lima dan gajih ayah saya tidak mencukupi kebetulan dibelakang asrama ada tanah polisi yang kosong itu kami garap tanami jagung, ketela pohon, kangkung. Satu kenangan manis setiap panen kangkung yang dijual oleh ibu saya, saya mesti membeli buku-buku bacaan sastra di toko buku Pabean Singaraja sehingga hampir puluhan kumpulan cerpen,roman saya punya dari hasil menjual kangkung dan ketela pohon.
Di SMA saya mulai menulis puisi tapi sebatas Majalah Dinding yang ada di sekolah. Saking gandrungnya saya pada majalah dinding saya sampai membuat majalah dinding sendiri di kamar kost saya di Banjar Jawa, saya tidak mengenal koran dan juga tidak tahu bagaimana orang menulis puisi di koran.. Karena saya tidak punya uang yang cukup saya tidak pernah membeli koran apalagi berlangganan koran saya hanya membaca dari memimjam koran pada anggauta polisi di asrama Bimbingan dari guru dan teman-teman sama sekali tidak ada. Bakat sastra saya tidak berkembang di SMA sampai saya tamat tahun 1958.
Karena saya adalah orang miskin yang syukur bisa bersekolah di SMA akhirnya saya melanjutkan pelajaran ke BI Bahasa Indonesia di Singaraja sehingga tidak perlu biaya. Mencari pekerjaan pada waktu itu juga sulit. Tamat SMA saya tidak bekerja walaupun Kursus BI Bahasa Indonesianya sore hari yang diikuti oleh guru-guru SMP Negeri yang tugas belajar. BI Bahasa Indonesia di Singaraja adalah cikal bakal IKIP Negeri Singaraja. Pada waktu belajar BI Bahasa Indonesia di Singaraja saya amat tertarik dengan guru saya I Gusti Ketur Ranuh yang pintar sekali mengarang bahasa Bali (bukunya Raka dan Rai)
Kemudian saya tamat BI bahasa Indonesia di Singaraja tahun 1961 dan saya langsung diangkat menjadi guru di SGAN Selong Lombok Timur yang baru saja didiriklan. Anehnya selama saya menjadi Guru SGAN Selong saya tidak pernah mengajar Bahasa Indonesai (karena guru BInya banyak) sehingga perkembangan bakat sastra saya tidak mendapat respon. Saya mengajar Bahasa Inggris, Olahraga dan Sejarah.
Dan selama di Selong saya tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan bakat saya menulis. Namun di Selong barangkali ada hikmah yang saya peroleh dalam hidup saya yaitu saya mendapat jaminan makan, minum, dan apa adanya ketika saya disuruh membaca buku-buku Koo Ping Hoo oleh seorang Cina di kota itu Tuan Bing yang menjadi sponsor basket dan tenis meja. . Pada hari Minggu kerja saya membaca buku silat Koping Hoo dengan diberi jaminan makan minum dan apa sekedarnya Beliau mempunyai segudang buku silat. Hanya pengalaman bertualang keliling desa dan mendaki gunung Rinjani yang saya peroleh selama di Lombok Timur disamping membaca buku silat .
Setelah tiga tahun saya bekerja di Lombok lalu saya kawin dengan Ni Made Seruti dari banjar Teges Gianyar, Istri saya ini termasuk famili saya. Istri saya tamatan SGTK Negeri Jogya dan pernah mengajar di TK Saraswati Denpasar kemudian bekerja di BPP (Badan Pembelian Padi) Gianyar. Setelah mertua saya meninggal pada tahun 1969 istri saya berhenti bekerja dan melanjutkan usaha mertua saya membuat/berjualan kopi bubuk dan sekali gus saya tinggal di rumah mertua saya di areal pasar Gianyar.
Tahun 1964 itu saya pindah kerja di SMA Negeri Gianyar. Juga disini saya tidak pernah mengajar Bahasa Indoensia sampai saya pensiun tapi saya mengajar Bahasa Inggris, Jerman dan Agama. Mengajar bahasa Asing di SMA ini ada hikmahnya sehingga saya dapat sambilan menjadi guide free lance di Ubud,
Di SMA Negeri Gianyar ini saya mulai merambah kehidupan sastra atau drama. Masalah teater tradisonal saya mendapat imbas dari orang tua saya(Wayan Dadi) yang sering mementaskan drama tradisonal di kota saya dan juga beliau menjadi penguruk arja dan joged. Saya mendapat tritisan seni dari kakek saya Wayan Gejer yang menjadi juru basan makekawin di Puri Agung Gianyar dan seni drama dari ayah saya.
Entah bagaiman prosesnya saya ditunjuk untuk membuat naskah drama pada ulang tahun SMA I Gianyar. Pada waktu itu saya membuat drama Sakuntala yang diiringi oleh tabuh Gong. Kemudian saya membuat drama tradisional (membangun desa )berbahasa Indinesia seperti sandiwara yang mengadakan pentas keliling di daerah Gianyar sehingga saya mulai dikenal sebagai orang yang senang membuat drama. Walaupun saya bukan guru bahasa Indionsia tapi saya mulai melatih baca puisi di sekolah dan sering ditunjuk oleh daerah (Listibya)menjadi juri lomba puisi.
Pada tahun 1965 lahir anak saya yang pertama lahir, seorang laki-laki( Gede Palgunadi 22 Juli 1965) kemudian selang enam tahun lahir anak saya yang kedua putri bernama Kadek Pramesti Dewi lahir 4 Januari 1971. Kemudian tanggal 7 Oktober 1972 lahir anak saya yang ketiga juga putri bernama Komang Tri Anggreni.
Sebagai orang tua apalagi seorang guru saya berusaha mendorong pendidikan anak-anak saya hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan mereka kelak berguna bagi nusa dan bangsa menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang pandai dan beriman.
Biaya pendidiakn anak-anak saya dari SD sampai SMA tidak ada masalah karena semuanya berlangsung di kota saya sendiri (di rumah Gianyar). Namun ketika semuanya sudah di Perguruan Tingga (Gede Palgunadi anak pertama kuliah di Fakultas Hubungan Internasional di Universitas Erlangga Surabaya, Kadek Pramesti Dewi kuliah di fakultas Kedokteran Unud, dan Komang Tri Anggreni kuliah di Fakultas Hukum Udayana.Dan semuanya menamatkan pelajarannya sesuaidengan jadwal dan kini telah bekerja. Walaupun hasil penjualan kopi bisa menanggungnya tapi kadang-kadang juga kewalahan….sehingga kesulitan menanggung anak ini walaupun tidak begitu berat mengilahami saya menulis cerpen yang diadakan oleh Pesta Seni Bali dan dapat nomer satu dengan judul Guru Made –ceritra seorang Guru yang harus kerja keras membantun istri berjualan setelah pulang kerja untuk mmbiayai ketiga anak-anaknya Syukur Tuhan melindungi saya ketiga anak saya lulus , bekerja didampingi menantu saya yang semuanya dokter(gokter umum, dokter gigi, dokter kandungan)..saya selalu berdoa semoga kehidupan anak-anak saya dengan istri/suami serta cucu saya dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Akhirnya kecintaan dan pengembangan bakat saya sebagai seorang pelatih drama/puisi berkembang saat di Bali mulai di buka TV RI . Saya mengirim naskah lalu diterima dan dipentaskan, saya membuat sanggar Malini yang anggautanya anak-anak SMA Gianyar yang tempat latihannya di rumah saya di Pondok Tebawutu Banjar Teges Gianyar dan nama saya sebagai seorang seniman sastra daerah mulai mencuat ketika saya mulai menulis puisi dan cerpen di harian Angkatan Bersenjata yang kini Nusa Tenggara dan Bali Post.Juga hampir setiap Minggu saya mengisi acara drama remaja , apresiasi sastra dan Mimbar agama Hindu di TV RI Denpasar. Saya mulai dikenal sebagai seorang dramawan yang bermula dari saya mendapat juara satu penulisan naskah drama -Masan Cengkehe nedeng Mabunga- yang pementasan dilombakan diikuti oleh seluruh Kabupaten di Bali dan saya langsung mendapat juara I pementasa dari teater yang saya pimpin. Juga saya mementaskan drana KUUK semacam drama Modern yang mengikuti gaya pementasan Puitu Wijaya. Saya membuat sanggar Purnama yang pemain-pemainnya kebanyakan pemain drama gong Abianbase Gianyar seperti AA Raka Payadnya, AA Rai Sudadnya, Nyoman Sunarta, Wiyat S Ardy dan Ida Bagus Adnyana Susila yang pernah mengenyam dunia teater di Jogyakartya
Tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan saya mulai subur menulis. Saya memenangkan lomba cerpen oleh Listibya Bali yang berjusudl Togog, memenangkan penulisan novel yang berjudul Lan Jani. Juga saya memenangkan pementasan drama anak-anak pertama yang pemain,pemainnya adalah anak-anak saya dengan teman-teman sekelasnya .
Ketika saya menjadi anggauat DPRD tk II Gianyar dua periode (1966-1977) saya berkenalan denagn Made Sanggra seorang pengarang yang senang menulis sastra dengan Bahasa Bali Modern akhirnya saya ikut dan kami berdua menerbitkan kumpulan puisi berdua dengan judul ,, Ganda Sari” Perkembangan saya menulis makin bergairah setelah saya sering memenangkan lomba sastra Bali Modern yang diadakan oleh Listibiya Prop Bali atau Pesta kesenian Bali. Rumah saya yang terkenal dengan nama Pondok Tebawutu menjadi ajang tempat berlatihnya para pencinta sastra khususnya SMA Negeri Gianyar dan SMP Negeri Gianyar serta SMP Dwijendra Gianyar..Ssanggar Malini sering mengadakan apresiasi sastra di Pondok Tebawutu dengan pengarahan penyair kondang Umbu Landu Peranggi dari Bali Post. Juga ikut bergabung mahasiswa sastra Udayana seperti Dewa Putu Windu Sancaya dkk., Pak Sukada dan lain-lainnya dibarengi oleh guru pembina SMA Gianyar, SMP Gianyar juga penulis seperti Dewa Raka Kesuma dan Gede Artawan dari Singaraja sering ikut nimbrug dalam kesempatan apresiaisi purnama yang diadakan di pantai Lebih, Bukit Jati dan Pondok Tebawutu Gianyar.Saat inilah saya sering sekali mentas di TV RI Denpasar mengsii acara drama remaja, drama anak0anak baik berbahasa Inodnesia dan Bali .Juga saya sering mengisi Mimbar Agama Hindu dan pesanan dari intsnasi lain seperti Sensus, Penerangan , Pertanian dsbnya sehingga boleh dikatakan dalam setiap minggu sampai dua kali mentas di TV Ri Denpasar.
Kemudian tahun sembilan puluhan saya kenal dengan Bapak Sutana takdir Alisyahnaba penulis roman yang terkenal itu. Sanggar saya lalu mengadakan kerjasama dan pernah baca puisi yang disiarkan TV RI denpasar dan syutingnya di Toyabungkah Batur Bangli. Saya sangat akrab sekali dengan beliau. Setiap kemis beliau mesti singgah di rumah saya (karena beliau datang hari dari Jakarta danm bali hari senin-dua kali dalam sebulan).Dan anggauat Sanggara malini pergi ke Toya Bungkah menari, baca puisi dan bergabung dengan acara Pak takdir yang menggarap seni Bali digabungkan denagn pemikiran Pak Takdir
Dan mulai tahun 1999 sampai kini saya menerbitkan Majalah berbahasa Bali Canang Sati(kini NO;24) dan majalag cerpen yang berjudul Satua(kini NO;18) yang tiap empat bulan sekali dan samapi sekarang masih berjalan terus.
Dalam kehidupan saya sebagai seorang guru yang gajihnya kecil dan keadaan pariwisata di daerah Bali pada waktu itu mulai pesat perkembangannya. Saya mulai tertarik dengan dunia pariwisata. Bermodalkan saya bisa berbahasa Inggris saya mulai mendekati tamu-tamu di Ubud . Dengan bermodal sebuah skuter/Lambretta kemudian Vespa saya mencari tamu dan saya ajak berkeliling pada saat saya tidak mengajar. Rumah tangga ditanggung sepenuhnya oleh istri saya yang berjualan kopi bubuk asli dan gajih serta pendapatan saya mengantar tamu dapat saya tabung sehingga akhirnya saya bisa membeli tanah d Kedisan di tepi danau Batur lima are dan di Penyebeh Bangli sebanyak 60 are, saya ingin menanam cengkeh yang sedang ngetrend pada waktu itu.
Terus ada lomba drama berbahasa Bali Modern yang diadakan oleh Listyibya Bali dan saya ikut dengan judul ,,Masan cengkehé nedeng mabunga.”(ilhamnya muncul saat saya berada di kebun saya di Nyebeh Kayuamba Bangli) dan mendapat juara pertama. Kemudian drama ini pentasnya dilombakan yang diikuti oleh seluruh daerah tk II di Bali. Di Gianyar ,,Drama masan cengkehé nedeng mabunga” diwakili oleh Teater Malini SMA Nnegeri Gianyar yang saya bentuk dan pimpin sendiri dan memperoleh juara satu dalam pementasan. Juga drama saya yang berjudul Kuuk juga mendapat juara I dalam pementasan
Drama masan cengkéhé nedeng mabunga” settingnya di perkebunan cengkeh saya di Penyebeh Kayuamba
Kemudian drama ini saya kembangkan menjadi novel berbahsa Bali. Ide membuat novel ini karena sastra Bali modern sangat misikin sekali karya sastranya . Paling banter hanya ada cerpen, puisi dan drama . Tokoh-tokoh dalam novel Sayong ini saya trensfer daro tokoh-tokoh drama Masan Cengké nedeng mabunga
Tema pokok tetap saya tetap mencuatkan jati diri drama/satra tradisonal yaitu kebenaran pasti menang dan kejahatan pasti kalah. Dan dalam Sayong kelanjutan drama ini juga topiknya tetap ,, masalah tanah” yang dibumbui percintaan tetap menjadi andalan saya. Sebab di Penyebeh Bangli tanah ayah tidak bisa dijual dan barang siapa yang membeli tanah disana harus ikut mabanjar/madesa.
Saya memakai judul “Sayong” dalam pementasan drama Masan cengkéhé nedeng mabunga , babak pertama diawali adegan pan Nerti di pagi hari baru bangun dan duduk di depan pondoknya, Saat itu di gunung pagi-pagi sayong sudah mulai turun menambah kaburnya pagi yang cerah, Sayong ini sebagai gambaran adanya hambatan atau penghalang dalam perjalanan hidup manusia ini. Ini harus dikuakan dengan perjuangan. Malah nama-nama dalam drama tetap saya pakai dalam novel.dalam sayong bagiamana pan Nerti berjuang agar tanaman cvengkehnya bisa maju.disinilah ia dibantu oleh seorang pemuda Desa Nyebeh ( Wayan sadra ) yang membantu petani bagaimana cara menanam cengkeh, merabukinya, cari bibit dan modal juga pemasaran. Pemuda ini juga mencintai anaknya (Nerti) yang dihalangi oleh ( I Koyogan) Semuanya memburam seperti sayong tapi akhirnya terkuak juga hambatan itu sehingga tercipta suatu kebahagiaa.n
Saya selalu mengetengahkan peristiwa-peristiwa kehidupan sosial religious Bali. Dharma mesti menang atas adharma. Pencarian kebenaran ini tentu mengalami liku-liku dan untuk menonjolkan ini saya selalu mengtengahakan apa adanya seperti kepincangan sosial sehingga karangan saya banyak juga mengetengahkan kritik-keritik untuk menemukan kebenaran sejati dan kebahagiaan masyarakat

Bagi saya kalau saya menulis apapun hasilnya saya tidak dapat melihat kelebihannya karena saya menulis adalah curahan jiwa saya. Kalaupun itu dikatakan menarik minat orang banyak itu adalah penghargaan mereka pada hasil karya sastra saya . Saya hanya menulis dan sebatas itu yang basa saya hasilkan dan proses penulisan saya sampai sekarang tetap demikian. Saya menulis kalau nanti orang mengatakan ini dan itu---hak mereka mengatakan. Tapi saya sampai detik ini tetap bersemangat menulis menurut panggilan kata hati saya. Apa yang saya lihat, saya rasakan dan yang inginkan saya katakan saya tulis m,enjaid suatu hasil karya sastra. Mengenai peniliaian terserah pada orang yang menilainya.Saya hanya menulis menurut panggilan hati nurani saya.Perkara itu menjadi suatu kelebihan atau tidak itu adalah soal kemudiannya . Biartlah orang lain mengatakan apa tentang hasil karya sastra saya namun saya sudah mengatakan apa yang saya rasakan yang tertuang dalam karya sastra saya.
Bagi saya yang seluruh hidup saya kini saya curahkan untuk kemajuan kehidupan sastra Bali Modern semoga ini bisa berkembang untuk menunjang pertumbuhan kebudayaan Bali. Pengabdian saya pada basa, aksara, sastra Budaya Bali saya susun dalam suatu buku essei kecil yang berjudul Basa , sastra lan aksara Bali Kisah-kisah Jumah dan essei satu lainnya yaitu Ngonang,
Tentu harapan saya semoga dimasa mendatang bhasa, aksara, sastra dan Budaya Bali bisa berkembang sebagaimana mestinya menunjang pertumbuhan Budaya Bali yang kita cintai.
Saya sebagai penulis sampai akhir hidup saya akan terus berusaha memajukan sastra Bali ini kedepannya. Semoga.
















PIAGAM PENGHARGAAN SENI
YANG DIPEROLEH




































Beberapa rekaman peristiwa










Dengan Sutan Takdir Alisyahbana saya bekerja sama dalam pentas seni selama hampir dua belas tahun




























Dengan Ws Rendra saat temu sastra di SMPN I Gianyar tahun 2005










Saat bertemu dengan Pramudya Ananta Tur di IKIP Rawamangun Jakarta pada tahun 2003 dan berjajnji menterjemahkan Perburuan ke bahasa Bali.










Saat bersalaman dengan Presiden suharto di taman Mini Indonesai Indah saat pemilihan Guru teladan 1984






























Saat bertemu dengan Ajip Rosidi sebelum acara penyerahan Hadiah sastra Rancage 1998 di Universitas Pejajaran Bandung.





Dengan Tom Hunter, dan pengarang dari Filipina saat baca cerpen di Ubud Writer.









Dengan pengarang Mohamad Gunawan di Ubud Writer 2005


Dengah Sarita pimpinan Saritaksu di *Ubud Writer 2005

Tidak ada komentar: